Arti Ibadah

Posted by www.amandelsehat.com | 7:32 AM


 

"Dan beribadahlah kepada Tuhanmu sampai mati mendatangimu,"(Al-Hijr:99).

"Dan tidaklah aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku" (QS. Adz-Dzariyat:56)


 

Allah menciptakan kita bukan untuk sia-sia, tetapi karena tujuan mulia yaitu untuk beribadah kepada-Nya. Ibadah adalah kata yang mencakup segala hal yang dicintai dan diridhoi Allah SWT. Kita menjalankan perintah Allah dan meninggalkan larangannya-Nya adalah ibadah. Kita berbuat kebaikan kepada sesama muslim bahkan sesama manusia atau kepada binatang sekalipun karena Allah adalah ibadah. Jadi Ibadah itu artinya luas bukan hanya ibadah mahdhoh (murni) saja seperti shalat, puasa, zakat dan haji, seperti dalam penjelasan Nabi saw bahwa cabang-cabang keimanan itu lebih dari enam puluh atau lebih dari tujuh puluh cabang. Paling utama adalah Lailaha illallah dan paling rendah adalah menyingkirkan duri di jalanan. Tapi ibadah itu tidak berarti positif dunia maupun akhirat sampai memenuhi dua kriteria:


 

Kriteria pertama, ibadah itu harus dilakukan dengan ikhlas karena Allah.

Kriteria kedua, ibadah itu harus dilakukan sesuai dengan petunjuk Rasulullah saw.

Satu syarat saja tidak diterima Allah, sampai betul memenuhi kedua persyaratan itu (lihat surat Al-Kahfi:110 dan Al-Mulk:2)


 

Oleh :

Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

[Selengkapnya] - Arti Ibadah

Aqidah Salaf As-Sholih

Posted by www.amandelsehat.com | 7:30 AM


 

"Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu." (QS. 4:1)


 

Pendahuluan

Kebangkitan dunia Islam telah menyadarkan banyak orang tentang kekuatan Islam, meskipun kebangkitan tersebut tidak melalui kekuasaan. Tetapi Islam memasuki kalbu, otak dan urat nadi orang yang mencari kebenaran, hanya saja kebangkitan tersebut perlu lebih diarahkan kepada satu asas dan bingkai yang diterima oleh semua pihak yang secara jujur membawa misi Islam, li'ilaa'i kalimatillah. Arah dan bingkai tersebut tak lain dan tak bukan adalah manhaj Salafusshalih; berupa perangkat pemahaman yang utuh dari ajaran Rasulullah saw. Hal tersebut tentunya untuk menghindari berbagai penyimpangan yang dialamai oleh sebagian ummat Islam. Penyimpangan tersebut bervariasi; dari yang besar sampai kepada dualisme pemahaman dengan maksud memilah-milah untuk kepentingan tertentu. Hal itu sangat berbahaya, karena dasarnya adalah hawa nafsu. Karena pemahaman sesungguhnya harus menyeluruh dan kita terima tanpa tawar menawar.


 

Salaf dan Aqidah

Rasulullah saw sejak diutus oleh Allah SWT, telah mengajarkan aqidah tauhid kepada para shabatnya, sehingga mengakui kebesaran Allah SWT, keagungan syariat-Nya. Mereka cinta kepada Allah SWT berharap hanya kepada Allah SWT dan tidak ada yang ditakuti kecuali Allah SWT. Mereka digambarkan oleh Allah SWT dalam firmanNya, "Rasul telah beriman kepada Al-Quran yang diturunkan kepadanya dari Rabbnya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-easul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat". (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Rabb dan kepada Engkaulah tempat kembali." (QS. Al-Baqarah:285). Disamping itu Allah berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (adzab) Rabb mereka (57). Dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Rabb mereka (58), Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Rabb mereka (sesuatu apapun) (59), Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka (60)." (QS. Al-Mukminun:57-60) Untuk melihat keutuhan aqidah Salaf, marilah kita simak ucapan Sufyan bin Uyainah berikut ini, "Sesungguhnya Allah SWT telah mengutus nabi kita Muhammad saw, kepada seluruh manusia, untuk menyatakan bahwa tidak ada ilah selain Allah dan bahwasanya dia (Muhammad) adalah utusan-Nya. Maka tatkala mereka telah mau mengatakan bersaksi seperti itu, terjaminlah darah dan hartanya, kecuali dengan haknya, dan hisabnya hanya kepada Allah. Ketika Allah SWT mengetahui ketulusan hal itu dari hati nurani mereka, ia memerintahkan kepadanya (Muhammad) untuk menyuruh mereka sholat. Maka memerintahlah ia (Muhammad), dan mereka mau mengerjakannya. Demi Allah, seandainya mereka tidak mau mngerjakannya (sholat) maka sia-sialah ikrar/syahadat mereka tadi, juga sholatnya. Ketika Allah mengetahui ketulusan hati mereka (dalam mengerjakan perintah tersebut), Allah memerintahkan kepadanya (Muhammad) agar menyuruh mereka berhijrah menuju Madinah. Maka ia (Muhammad) memerintah kepada mereka, dan mereka mau mengerjakannya. Demi Allah seandainya mereka tidak mau mengerjakannya, niscaya sia-sialah syahadat dan sholat mereka. Lalu ketika Allah mengetahui ketulusan hati mereka (dalam mengerjakan perintah tersebut), Allah memerintahkan mereka untuk kembali ke Mekkah, memerangi/membunuh bapak dan anak-anak mereka, sehingga bapak dan anak-anak mereka tersebut mau bersyahadat sebagaimana syahadat mereka, shalat sebagaimana shalat mereka, dan hijrah sebagaimana mereka hijrah. Mereka mau mengerjakan hal itu, sampai-sampai ada diantara mereka yang membawa kepala bapaknya, sambil berkata: "Wahai Rasulullah, inilah kepala pemuka orang-orang kafir." Demi Allah seandainya mereka tidak mau mengerjakannya, niscaya sia-sialah syahadat, shalat dan hijrah mereka. Ketika Allah mengetahui ketulusan hati mereka. Ia memerintah kepadanya (Muhammad) agar memerintah mereka bertawaf (mengelilingi) Ka'bah sebagai ibadah dan mencukur rambut mereka sebagai lambang rendah diri, dan mereka mau mengerjakannya. Demi Allah, seandainya mereka tidak mau mengerjakannya, niscaya sia-sialah syahadat, shalat, hijrah dan haji serta perlawanan perang (yang mereka lakukan) terhadap bapak-bapak mereka. Ketika Allah SWT mengetahui ketulusan hati mereka, maka Ia memerintahkan kepadanya (Muhammad) untuk mengambil harta mereka sebagai sedekah yang menyucikan mereka. Maka ia (Muhammad) memerintah mereka untuk itu, dan mereka mau mengerjakannya, sehingga mereka membawa harta mereka baik sedikit maupun banyak. Demi Allah, andaikan mereka tidak mau mengerjakannya, maka sia-sialah syahadat, shalat, hijrah, perang terhadap bapak mereka dan thawaf mereka. Ketika Allah SWT mengetahui ketulusan hati mereka, dalam mengerjakan syari'at-syari'at iman dan batas-batasnya;" Ia SWT berkata: "Katakanlah (hai Muhammad) kepada mereka!" "Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu." Sufyan berkata: "Barangsiapa meninggalkan satu prinsip dari ajaran Islam, bagi kami ia adalah kafir. Barangsiapa meninggalkannya karena malas atau meremehkan, kita akan menghukumnya, dan ia menurut kita adalah kurang (imannya). Inilah sunnah.....sampaikanlah dari akau, apabila manusia bertanya kepadamu." (Al-Ajurry, Kitabu Asy-Syari'ah hal. 103 - 104).

Untuk itu kita menggali tauhid sedalam-dalamnya, seperti yang diungkapkan oleh imam Al-Laalikaa'i yang artinya:

"Sesungguhnya hal yang paling wajib atas seseorang adalah ma'rifat terhadap dien dan apa-apa yang Allah bebankan kepada hamba-hamba-Nya berupa pemahaman tauhid terhadap-Nya, sifat-sifat-Nya dan membenarkan utusan-utusan-Nya dengan dalil dan keyakinan, dengan cara istidlal dengan hujjah dan penjelasan. Dan sebaik-baik ucapan dan hujjah yang rasional adalah Al-Qur'an dan sabda Rasulullah serta perkataan shahabat, kemudian ijma' para Salaf As-Shaleh dan berpegang teguh terhadap keseluruhannya sampai hari kiamat serta menjauhi berbagai bid'ah yang diada-adakan oleh para penyesat, sekalipun hanya mendengarkannya." (Syarh Ushul I'tiqad Ahlus Sunnah wal Jamaah oleh Al-Laalikaa'i Juz I hal. 9) Demikianlah nasehat dan wasiat dari para ulama salaf, dari kalangan shahabat, tabi'in dan seterusnya.


 

Salaf Dan Kaitannya Dengan Ibadah

Secara bahasa, ibadah artinya tunduk dan patuh.

Secara syara', ibadah adalah nama yang mencakup semua kebaikan yang mengarah kepada ridho Allah SWT. Secara lebih rinci Syaikh Abdurrohman Sa'di menyebutkan yang artinya :"Ibadah adalah sempurnanya ketaatan dan kepatuhan kepada perintah-perintah Allah, berhenti dari larangan-larangan-Nya, mengendalikan diri dari batasan yang dibuat-Nya dan menerima semua yang diajarkan-Nya melalui lisan nabi-Nya tanpa menolak atau menyimpangkannya." (Shofwatul Atsr wal Mafaahim, hal. 46).

Sesuai dengan difinisi diatas, makna ibadah sangat luas, yang mengyangkut dhohir maupun bathin. Pada makalah ini, kita akan membatasi pada makna dhohirnya saja. Seperti selalu kita baca yang artinya :

"Katakanlah, Shalatku, korbanku, hidupku dan matiku, hanya untuk Allah, Rabb semesta alam." (QS. Al-An'am : 162).

Untuk mengetahui detil dari rincian ibadah dhohiriyah itu, sebaiknya kita simak hadits Rasulullah SAW yang artinya :

"Dari Mu'adz bin Jabal, telah berkata, 'Aku telah berkata, 'Ya Rasulullah, beritahukannlah aku suatu amal yang dapat memasukkan aku kedalam jannah dan menjauhkan akau dari neraka.' Nabi menjawab, 'Engaku telah bertanya tentang suatu perkara besar, dan sesungguhnya itu adalah ringan bagi orang yang dimudahkan oleh Allah Ta'ala atasnya. Engkau menyembah Allah dan jangan menyekutukan sesuatu dengan-Nya, mengerjakan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan dan mengerjakan ibadah haji ke Baitullah.' Kemudian beliau berkata, 'Inginkah engkau kuberi petunjuk kepadamu akan pintu-pintu kebaikan? Puasa itu adalah perisai dan sedekah itu menghapuskan kesalahan sebagaimana air memadamkan api dan shalat seorang ditengah malam.' Kemudian beliau membaca ayat yang artinya: Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdo'a kepada Rabbnya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka. Seorangpun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (QS. As-Sajdah : 16 - 17). Kemudian beliau bersabda, 'Maukah bila aku beritahukan kepadamu pokok amal dan tiang-tiangnya seta puncak-puncaknya? Aku menjawab, 'Mau ya Rasulullah', Rasulullah bersabda, 'Pokok amal adalah Islam dan tiang-tiangnya adalah shalat dan puncknya adalah jihad.' Kemudian beliau bersabda; 'Maukah aku beritahukan kepada tentang kunci perkara itu semua?' Aku menjawab, 'Mau,' Maka ia memegang lidahnya dan bersabda, 'Jagalah ini!' Aku berkata, 'Ya Rasulullah, apakah kami dituntut (disiksa) karena apa yang kami katakan?' Maka beliau bersabda; 'Semoga selamat engkau! Adakah yang menjerumuskan orang keatas mukanya, (atau sabdanya, keatas hidungnya). kedalam neraka, selain buah ucapan mereka?" (Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan ia berkata 'Hadits itu hasan shahih).

Keutamaan seseorang tidak hanya ditentukan dari kewajiban-kewajiban yang sudah dikerjakannya, namun juga oleh sejauh mana ia mengerjakan sunnah-sunnah Rasulullah SAW. Lihatlah wasiat Abu Bakar Ash-Shiddiq RA kepada Umar bin Khattab RA saat sudah dekat ajalnya. Dalam sebuah riwayat diriwayatkan yang artinya:

"Sesungguhnya aku akan memberimu sebuah wasit jika kamu mau menerimanya. Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla mempunyai hak-hak dimalam hari yang Ia tidak mau menerimanya disiang hari. Demikian juga Allah Azza wa Jalla mempunya hak-hak disiang hari yang Ia tidak mau menerimanya dimalam hari. Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak akan menerima amalan sunnah sebelum amalan wajib dikerjakan."

Kalau kita perhatikan kehidupan Salaf Ash-Shaleh akan kita dapatkan kesimpulan bahwa mereka persis seperti pernyataan: "Yaitu pendeta-pendeta diwaktu malam dan joki-joki diwaktu siang." Bahkan kita dapatkan bagaimana kalau seseorang sudah kecapaian karena kerja keras di siang hari, sang isteri berperan untuk mengingatkan seperti riwayat yang dibawakan oleh Ibnu Rojab Rahimahullah yang artinya: "Suatu malam isteri Habib (yakni Abu Muhammad Al-Fars) membangunkan dan berkata: Bangun hai Habib, sesungguhnya perjalanan amatlah panjang, sedang bekal kita sedikit. Rombongan orang-orang shaleh telah berlalu, sedangkan kita tetap berhenti." (dinukil dari kitab Al-Hujjah fi Sairi Ad-Daljah karangan ibnu Rajab, hal. 67). Yang harus menjadi catatan kita bahwa sebaik-baik ibadah itu adalah yang kontinyu dan berdasar petunjuk Nabi SAW. Abu Ubaidah bin Al-Mursanna berkata yang artinya: "Sesungguhnya berlebih-lebihan didalam beribadah itu buruk, lengahpun buruk, dan sedang-sedang saja itu bagus." Oleh karena itu Ibnu Mas'ud Rahimahullah mendapatkan bahwa ibadah para tabi'in itu lebih banyak dari para Shahabat, ucapannya yang artinya: "Kalian (para tabi'in) lebih banyak puasa dan shalat daripada para shahabat Muhammad SAW padahal mereka lebih baik daripada kalian. Mereka bertanya, 'Apa sebabnya? Beliau menjawab, 'Karena mereka lebih zuhud dari kalian dalam masalah dunia dan lebih mengutamakan akhiratnya." Oleh karena itu batasan yang diajarkan oleh Nabi SAW dalam kaitannya dengan ibadah dhahir ini diantaranya yang artinya: "Rasulullah SAW memerintahkan Abdullah bin Amru untuk mengkhatamkan Al-Qur'an dalam satu pekan. Dalam riwayat selama tiga hari. Beliau bersabda, orang yang membaca mengkhatamkannya lebih cepat dari itu tidak akan dapt memahaminya (Al-Qur'an). Demikian pula masalah puasa (yang paling afdhal) adalah puasa Daud Alaihissalam. Tidak ada puasa yang lebih afdhal daripada puasa Daud. Dan dalam masalah qiyam, adalah qiyam Daud."

Semoga kita diberikan hidayah dan kekuatan untuk mengikuti para Salaf Ash-Shaleh Ridhwanullah alaihim, amin.


 

TAMAT

Oleh :

Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

 

[Selengkapnya] - Aqidah Salaf As-Sholih

Aqidah Islamiyah

Posted by www.amandelsehat.com | 7:29 AM


 

"Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya" (QS. An-Nisa':69)


 

Pendahuluan

Nilai suatu ilmu itu ditentukan oleh kandungan ilmu tersebut. Semakin besar dan bermanfaat nilainya semakin penting untuk dipelajarinya. Ilmu yang paling penting adalah ilmu yang mengenalkan kita kepada Allah SWT, Sang Pencipta. Sehingga orang yang tidak kenal Allah SWT disebut kafir meskipun dia Profesor Doktor, pada hakekatnya dia bodoh. Adakah yang lebih bodoh daripada orang yang tidak mengenal yang menciptakannya?

Allah menciptakan manusia dengan seindah-indahnya dan selengkap-lengkapnya dibanding dengan makhluk / ciptaan lainnya. Kemudian Allah bimbing mereka dengan mengutus para Rasul-Nya (Menurut hadits yang disampaikan Abu Dzar bahwa jumlah para Nabi sebanyak 124.000 semuanya menyerukan kepada Tauhid (dikeluarkan oleh Al-Bukhari di At-Tarikhul Kabir 5/447 dan Ahmad di Al-Musnad 5/178-179). Sementara dari jalan sahabat Abu Umamah disebutkan bahwa jumlah para Rasul 313 (dikeluarkan oleh Ibnu Hibban di Al-Maurid 2085 dan Thabrani di Al-Mu'jamul Kabir 8/139)) agar mereka berjalan sesuai dengan kehendak Sang Pencipta melalui wahyu yang dibawa oleh Sang Rasul. Namun ada yang menerima disebut mu'min ada pula yang menolaknya disebut kafir serta ada yang ragu-ragu disebut Munafik yang merupakan bagian dari kekafiran. Begitu pentingnya Aqidah ini sehingga Nabi Muhammad, penutup para Nabi dan Rasul membimbing ummatnya selama 13 tahun ketika berada di Mekkah pada bagian ini, karena aqidah adalah landasan semua tindakan. Dia dalam tubuh manusia seperti kepalanya. Maka apabila suatu ummat sudah rusak, bagian yang harus direhabilitisi adalah kepalanya lebih dahulu. Disinilah pentingnya aqidah ini. Apalagi ini menyangkut kebahagiaan dan keberhasilan dunia dan akherat. Dialah kunci menuju surga.

Aqidah secara bahasa berarti sesuatu yang mengikat. Pada keyakinan manusia adalah suatu keyakinan yang mengikat hatinya dari segala keraguan. Aqidah menurut terminologi syara' (agama) yaitu keimanan kepada Allah, Malaikat-malaikat, Kitab-kitab, Para Rasul, Hari Akherat, dan keimanan kepada takdir Allah baik dan buruknya. Ini disebut Rukun Iman.

Dalam syariat Islam terdiri dua pangkal utama. Pertama : Aqidah yaitu keyakinan pada rukun iman itu, letaknya di hati dan tidak ada kaitannya dengan cara-cara perbuatan (ibadah). Bagian ini disebut pokok atau asas. Kedua : Perbuatan yaitu cara-cara amal atau ibadah seperti sholat, puasa, zakat, dan seluruh bentuk ibadah disebut sebagai cabang. Nilai perbuatan ini baik buruknya atau diterima atau tidaknya bergantung yang pertama. Makanya syarat diterimanya ibadah itu ada dua, pertama : Ikhlas karena Allah SWT yaitu berdasarkan aqidah islamiyah yang benar. Kedua : Mengerjakan ibadahnya sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW. Ini disebut amal sholeh. Ibadah yang memenuhi satu syarat saja, umpamanya ikhlas saja tidak mengikuti petunjuk Rasulullah SAW tertolak atau mengikuti Rasulullah SAW saja tapi tidak ikhlas, karena faktor manusia, umpamanya, maka amal tersebut tertolak. Sampai benar-benar memenuhi dua kriteria itu. Inilah makna yang terkandung dalam Al-Qur'an surah Al-Kahfi 110 yang artinya : "Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya."


 

Perkembangan Aqidah

Pada masa Rasulullah SAW, aqidah bukan merupakan disiplin ilmu tersendiri karena masalahnya sangat jelas dan tidak terjadi perbedaan-perbedaan faham, kalaupun terjadi langsung diterangkan oleh beliau. Makanya kita dapatkan keterangan para sahabat yang artinya berbunyi : "Kita diberikan keimanan sebelum Al-Qur'an"

Nah, pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib timbul pemahaman -pemahaman baru seperti kelompok Khawarij yang mengkafirkan Ali dan Muawiyah karena melakukan tahkim lewat utusan masing-masing yaitu Abu Musa Al-Asy'ari dan Amru bin Ash. Timbul pula kelompok Syiah yang menuhankan Ali bin Abi Thalib dan timbul pula kelompok dari Irak yang menolak takdir dipelopori oleh Ma'bad Al-Juhani (Riwayat ini dibawakan oleh Imam Muslim, lihat Syarh Shohih Muslim oleh Imam Nawawi, jilid 1 hal. 126) dan dibantah oleh Ibnu Umar karena terjadinya penyimpangan-penyimpangan. Para ulama menulis bantahan-bantahan dalam karya mereka. Terkadang aqidah juga digunakan dengan istilah Tauhid, ushuluddin (pokok-pokok agama), As-Sunnah (jalan yang dicontohkan Nabi Muhammad), Al-Fiqhul Akbar (fiqih terbesar), Ahlus Sunnah wal Jamaah (mereka yang menetapi sunnah Nabi dan berjamaah) atau terkadang menggunakan istilah ahlul hadits atau salaf yaitu mereka yang berpegang atas jalan Rasulullah SAW dari generasi abad pertama sampai generasi abad ketiga yang mendapat pujian dari Nabi SAW. Ringkasnya : Aqidah Islamiyah yang shahih bisa disebut Tauhid, fiqih akbar, dan ushuluddin. Sedangkan manhaj (metode) dan contohnya adalah ahlul hadits, ahlul sunnah dan salaf.


 

Bahaya Penyimpangan Pada Aqidah

Penyimpangan pada aqidah yang dialami oleh seseorang berakibat fatal dalam seluruh kehidupannya, bukan saja di dunia tetapi berlanjut sebagai kesengsaraan yang tidak berkesudahan di akherat kelak. Dia akan berjalan tanpa arah yang jelas dan penuh dengan keraguan dan menjadi pribadi yang sakit personaliti. Biasanya penyimpangan itu disebabkan oleh sejumlah faktor diantaranya :

Tidak menguasainya pemahaman aqidah yang benar karena kurangnya pengertian dan perhatian. Akibatnya berpaling dan tidak jarang menyalahi bahkan menentang aqidah yang benar.

Fanatik kepada peninggalan adat dan keturunan. Karena itu dia menolak aqidah yang benar. Seperti firman Allah SWT tentang ummat terdahulu yang keberatan menerima aqidah yang dibawa oleh para Nabi dalam Surat Al-Baqarah 170 yang artinya : "Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Ikutlah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami." (Apabila mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk."

Taklid buta kepada perkataan tokoh-tokoh yang dihormati tanpa melalui seleksi yang tepat sesuai dengan argumen Al-Qur'an dan Sunnah. Sehingga apabila tokoh panutannya sesat, maka ia ikut tersesat.

Berlebihan (ekstrim) dalam mencintai dan mengangkat para wali dan orang sholeh yang sudah meninggal dunia, sehingga menempatkan mereka setara dengan Tuhan, atau dapat berbuat seperti perbuatan Tuhan. Hal itu karena menganggap mereka sebagai penengah/arbiter antara dia dengan Allah. Kuburan-kuburan mereka dijadikan tempat meminta, bernadzar dan berbagai ibadah yang seharusnya hanya ditujukan kepada Allah. Demikian itu pernah dilakukan oleh kaumnya Nabi Nuh AS ketika mereka mengagungkan kuburan para sholihin. Lihat Surah Nuh 23 yang artinya : "Dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nasr."

Lengah dan acuh tak acuh dalam mengkaji ajara Islam disebabkan silau terhadap peradaban Barat yang materialistik itu. Tak jarang mengagungkan para pemikir dan ilmuwan Barat serta hasil teknologi yang telah dicapainya sekaligus menerima tingkah laku dan kebudayaan mereka.

Pendidikan di dalam rumah tangga, banyak yang tidak berdasar ajaran Islam, sehingga anak tumbuh tidak mengenal aqidah Islam. Pada hal Nabi Muhammad SAW telah memperingatkan yang artinya : "Setiap anak terlahirkan berdasarkan fithrahnya, maka kedua orang tuanya yang meyahudikannya, menashranikannya, atau memajusikannya" (HR: Bukhari).

Apabila anak terlepas dari bimbingan orang tua, maka anak akan dipengaruhi oleh acara / program televisi yang menyimpang, lingkungannya, dan lain sebagainya.

Peranan pendidikan resmi tidak memberikan porsi yang cukup dalam pembinaan keagamaan seseorang. Bayangkan, apa yang bisa diperoleh dari 2 jam seminggu dalam pelajaran agama, itupun dengan informasi yang kering. Ditambah lagi mass media baik cetak maupun elektronik banyak tidak mendidik kearah aqidah bahkan mendistorsinya secara besar-besaran.

Tidak ada jalan lain untuk menghindar bahkan menyingkirkan pengaruh negatif dari hal-hal yang disebut diatas adalah mendalami, memahami dan mengaplikasikan Aqidah Islamiyah yang shahih agar hidup kita yang sekali dapat berjalan sesuai kehendak Sang Khalik demi kebahagiaan dunia dan akherat kita, Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nisa' 69 yang artinya : "Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya."

Dan juga dalam Surah An-Nahl 97 yang artinya : "Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh baik laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan."


 

Faedah Mempelajari Aqidah Islamiyah

Karena Aqidah Islamiyah bersumber dari Allah yang mutlak, maka kesempurnaannya tidak diragukan lagi. Berbeda dengan filsafat yang merupakan karya manusia, tentu banyak kelemahannya. Makanya seorang mu'min harus yakin kebenaran Aqidah Islamiyah sebagai poros dari segala pola laku dan tindakannya yang akan menjamin kebahagiannya dunia akherat. Dan merupakan keserasian antara ruh dan jasad, antara siang dan malam, antara bumi dan langit dan antara ibadah dan adat serta antara dunia dan akherat. Faedah yang akan diperoleh orang yang menguasai Aqidah Islamiyah adalah :

Membebaskan dirinya dari ubudiyah / penghambaan kepada selain Allah, baik bentuknya kekuasaan, harta, pimpinan maupun lainnya.

Membentuk pribadi yang seimbang yaitu selalu kepada Allah baik dalam keadaan suka maupun duka.

Dia merasa aman dari berbagai macam rasa takut dan cemas. Takut kepada kurang rizki, terhadap jiwa, harta, keluarga, jin dan seluruh manusia termasuk takut mati. Sehingga dia penuh tawakkal kepad Allah (outer focus of control).

Aqidah memberikan kekuatan kepada jiwa , sekokoh gunung. Dia hanya berharap kepada Allah dan ridho terhadap segala ketentuan Allah.

Aqidah Islamiyah adalah asas persaudaraan / ukhuwah dan persamaan. Tidak beda antara miskin dan kaya, antara pinter dan bodoh, antar pejabat dan rakyat jelata, antara kulit putih dan hitam dan antara Arab dan bukan, kecuali takwanya disisi Allah SWT.

Oleh :

Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

[Selengkapnya] - Aqidah Islamiyah

Perempuan Sempurna

Posted by www.amandelsehat.com | 6:52 AM

Siapakah Kau, Perempuan Sempurna?
Sebuah Catatan Kecil Afifah Afra

Ketika akhirnya saya dilamar oleh seorang lelaki, saya luruh dalam kelegaan. Apalagi lelaki itu, kelihatannya ‘relatif’ sempurna. Hapalannya banyak, shalih, pintar. Ia juga seorang aktivis dakwah yang sudah cukup matang. Kurang apa coba?

Saya merasa sombong! Ketika melihat para lajang kemudian diwisuda sebagai pengantin, saya secara tak sadar membandingkan, lebih keren mana suaminya dengan suami saya.

Sampai akhirnya air mata saya harus mengucur begitu deras, ketika suatu hari menekuri 3 ayat terakhir surat At-Tahrim. Sebenarnya, sebagian besar ayat dalam surat ini sudah mulai saya hapal sekitar 10 tahun silam, saat saya masih semester awal kuliah. Akan tetapi, banyak hapalan saya menguap, dan harus kembali mengucur bak air hujan ketika saya menjadi satu grup dengan seorang calon hafidzah di kelompok pengajian yang rutin saya ikuti.

Ini terjemah ayat tersebut:

66:10. Allah membuat istri Nuh dan istri Luth perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya, maka kedua suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya); Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka)".

66:11. Dan Allah membuat istri Firaun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: "Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang lalim",

66: 12. dan Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan) Kami; dan dia membenarkan kalimat-kalimat Tuhannya dan Kitab-kitab-Nya; dan adalah dia termasuk orang-orang yang taat.

SEBUAH KONTRADIKSI

Ada 4 orang yang disebut dalam 3 ayat tersebut. Mereka adalah Istri Nuh, Istri Luth, Istri Firaun dan Maryam. Istri Nuh (IN), dan Istri Luth (IL) adalah symbol perempuan kafir, sedangkan Istri Firaun (IF) dan Maryam (M), adalah symbol perempuan beriman. Saya terkejut, takjub dan ternganga ketika menyadari bahwa ada sebuah kontradiksi yang sangat kuat. Allah memberikan sebuah permisalan nan ironis. Mengapa begitu?

IN dan IL adalah contoh perempuan yang berada dalam pengawasan lelaki shalih. Suami-suami mereka setaraf Nabi (bandingkan dengan suami saya! Tak ada apa-apanya, bukan?). Akan tetapi mereka berkhianat, sehingga dikatakanlah kepada mereka, waqilad khulannaaro ma’ad daakhiliin…
Sedangkan antitesa dari mereka, Allah bentangkan kehidupan IF (Asiyah binti Muzahim) dan M. Hebatnya, IF adalah istri seorang thaghut, pembangkang sejati yang berkoar-koar menyebut “ana rabbakumul a’la.” Dan Maryam, ia bahkan tak memiliki suami. Ia rajin beribadah, dan Allah tiba-tiba berkehendak meniupkan ruh dalam rahimnya. Akan tetapi, cahaya iman membuat mereka mampu tetap bertahan di jalan kebenaran. Sehingga Allah memujinya, wa kaanat minal qaanithiin…

PEREMPUAN SEMPURNA

Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. bersabda:
"Sebaik-baik wanita penghuni surga itu adalah Khadijah binti Khuwailid, Fathimah binti Muhammad, Asiyah binti Muzahim istri Firaun, dan Maryam binti Imran." (HR. Ahmad 2720, berderajat shahih).
Empat perempuan itu dipuji sebagai sebaik-baik wanita penghuni surga. Akan tetapi, Rasulullah saw. masih membuat strata lagi dari 4 orang tersebut. Terpilihlah dua perempuan yang disebut sebagai perempuan sempurna. Rasul bersabda, “Banyak lelaki yang sempurna, tetapi tiada wanita yang sempurna kecuali Asiyah istri Firaun dan Maryam binti Imran. Sesungguhnya keutamaan Asiyah dibandingkan sekalian wanita adalah sebagaimana keutamaan bubur roti gandum dibandingkan dengan makanan lainnya.” (Shahih al-Bukhari no. 3411).

Inilah yang membuat saya terkejut! Bahkan perempuan sekelas Fathimah dan Khadijah pun masih ‘kalah’ dibanding Asiyah IF dan Maryam binti Imran. Apakah gerangan yang membuat Rasul menilai semacam itu?

Ah, saya bukan seorang mufassir ataupun ahli hadits. Namun, dalam keterbatasan yang saya mengerti, tiba-tiba saya sedikit meraba-reba, bahwa penyebabnya adalah karena keberadaan suami. Khadijah, ia perempuan hebat, namun ia tak sempurna, karena ia diback-up total oleh Muhammad saw., seorang lelaki hebat. Fathimah, ia dahsyat, namun ia tak sempurna, karena ada Ali bin Abi Thalib kw, seorang pemuda mukmin yang tangguh.

Sedangkan Asiyah? Saat ia menanggung deraan hidup yang begitu dahsyat, kepada siapa ia menyandarkan tubuhnya, karena justru yang menyiksanya adalah suaminya sendiri. Siksaan yang membuat ia berdoa, dengan gemetar, "Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang lalim." Siksaan yang membuat nyawanya terbang, ah… tidak mati, namun menuju surga. Mendapatkan rizki dan bersukaria dengan para penduduk akhirat.

Bagaimana pula dengan Maryam? Ia seorang lajang yang dipilih Allah untuk menjadi ibunda bagi Nabi Isa. Kepada siapa ia mengadu atas tindasan kaumnya yang menuduh ia sebagai pezina?
Pantas jika Rasul menyebut mereka: Perempuan sempurna…

JADI, YANG MENGANTAR ke Surga, Adalah Amalan Kita

Jadi, bukan karena (sekadar) lelaki shalih yang menjadi pendamping kita. Suami yang baik, memang akan menuntun kita menuju jalan ke surga, mempermudah kita dalam menjalankan perintah agama. Namun, jemari akan teracung pada para perempuan yang dengan kelajangannya (namun bukan sengaja melajang), atau dengan kondisi suaminya yang memprihatinkan (yang juga bukan karena kehendak kita), ternyata tetap bisa beramal dan cemerlang dalam cahaya iman. Kalian adalah Maryam-Maryam dan Asiyah-Asiyah, yang lebih hebat dari Khadijah-Khadijah dan Fathimah-Fathimah.
Sebaliknya, alangkah hinanya para perempuan yang memiliki suami-suami nan shalih, namun pada kenyataannya, mereka tak lebih dari istri Nabi Nuh dan istri Nabi Luth. Yang alih-alih mendukung suami dalam dakwah, namun justru menggelendot manja, “Mas… kok pergi pengajian terus sih, sekali-kali libur dong!” Atau, “Mas, aku pengin beli motor yang bagus, gimana kalau Mas korupsi aja…”
Benar, bahwa istri hebat ada di samping suami hebat. Namun, lebih hebat lagi adalah istri yang tetap bisa hebat meskipun terpaksa bersuamikan orang tak hebat, atau bahkan tetapi melajang karena berbagai sebab nan syar’i. Dan betapa rendahnya istri yang tak hebat, padahal suaminya orang hebat dan membentangkan baginya berbagai kemudahan untuk menjadi hebat. Hebat sebagai hamba Allah!
Wallahu a’lam bish-shawwab.

[Selengkapnya] - Perempuan Sempurna

ANEKA UJIAN DI JALAN DAKWAH

Posted by www.amandelsehat.com | 3:32 AM


Penulis:Tate Qomarudin


Mengenal tabiat jalan dakwah mutlak diperlukan oleh para du'at. Sebab hal itu merupakan salah satu faktor pendukung kesiapan mental saat berhadapan dengan berbagai rintangan dan ujian. Mengenal tabiat jalan dakwah juga akan membantu seseorang untuk menentukan perbekalan apa yang perlu dipersiapkan untuk menempuhnya.

Jalan dakwah memang merupakan jalan yang penuh ujian, rintangan dan tantangan. Betapa tidak. Sebagai manusia saja, tanpa dikaitkan dengan urusan keimanan tidak pula dengan urusan dakwah, seseorang pasti berhadapan dengan ujian dan tantangan, apalagi sebagai manusia mukmin. "Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya karena mereka mengatakan kami beriman, padahal mereka belum diuji?" (QS. 29:1-2). Apalagi bila orang mukmin itu berdakwah. Maka ujiannya pun akan lebih berat lagi. Sebab selain ujian atas keimanannya Allah juga akan mengujinya dalam hal konsistensi di jalan dakwah.

Secara garis besar ujian dakwah dapat dibagi dua: ujian berupa kesenangan, kebahagiaan, dan kenikmatan serta ujian dalam bentuk penderitaan, kenestapaan, dan kesulitan. Allah swt. telah mengingatkan hal ini dalam ayat-Nya, "Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan." (QS. 21:35)

Contoh konkrit kedua bentuk ujian ini tertera dalam firman-Nya, "Dan ingatlah (hai para muhajirin), ketika kamu masih berjumlah sedikit, lagi tertindas di bumi (Mekah), kamu takut orang-orang (Mekah) akan menculik kamu, maka Allah memberi kamu tempat menetap (Medinah) dan dijadikan-Nya kamu kuat dengan pertolonganNya dan diberi-Nya kamu rezki dari yang baik-baik agar kamu bersyukur." (QS. 8:26)

Pada ayat ini Allah swt. menggambarkan bahwa kaum Muslimin semula diuji dengan intimidasi yang dilakukan oleh orang-orang kafir. Lalu, Allah menolong dan memberikan kemenangan kepada mereka. Allah juga memberi mereka rezeki. Kemenangan dan rezeki itu adalah ujian untuk menakar kemampuan syukur kaum Muslimin.

Banyak bentuk rintangan dan ujian yang di hadapi seorang da'iyah, diantaranya adalah:

Rongrongan keluarga
Anak, isteri, suami, ayah atau ibu bisa menjadi aspirasi atau penambah semangat berdakwah. Tetapi di saat yang sama mereka juga dapat menjadi batu sandungan bagi seorang da'i. Mereka berpotensi memalingkan garis dakwah, mengurangi intensitas interaksi seseorang dengan dakwah atau bahkan menghentikan sama sekali gerak dakwah seorang da'i.

Bisikan, tuntutan, atau ambisi-ambisi keluarga boleh jadi menyebabkan seseorang berat kaki untuk melangkah kaki untuk melaksanakan program-program dakwah. Begitu juga keadaan keluarga baik dalam sisi ekonomi, kesehatan, dan sebagainya dapat juga menjadi faktor penghambat keterlibatan seseorang dalam aktifitas dakwah.

Pada saat perang Tabuk, ada sahabat yang nyaris tidak turut serta dalam jihad karena ingin menikmati kehangatan bersama isterinya. Akan tetapi ia kemudian tersadar akan kesulitan dan penderitaan yang dialami oleh Rasulullah saw. dan para sahabatnya dalam perjuangan. Untuk Allah swt. mengingatkan kita:

"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu); dan di sisi Allah-lah pahala yang besar." (QS. 64:14-15)

Kedengkian sesama muslim
"Batu sandungan" juga bisa datang dari sesama Muslim atau bahkan da'i. Bentuknya, semisal sikap iri dan dengki atas keberhasilan yang dicapai oleh seorang da'i. Kata 'batu sandungan' sengaja saya beri tanda kutip karena hal itu tidak selalu berakibat buruk bagi orang yang didengki. Sebaliknya bagi si pendengki belum tentu menjadi hal yang produktif dan mengantarkan kepada apa yang menjadi keinginannya.

Ada sebuah hadits, yang meskipun saya belum dapat memastikan kesahihannya, namun maknanyanya tidak keluar dari apa yang disamapaikan Quran dan Sunnah, yang mengatakan: "Seorang mukmin berada di antara lima ujian berat: sesama mukmin yang iri kepadanya; munafik yang membencinya; kafir yang terus memeranginya; hawa nafsu yang terus merintanginya; dan syetan yang menyesatkannya." (Al-Firdaus Bima'tsuril-Khitab)

Hadangan, kekejian, dan makar orang-orang Kafir
Sejak awal sejarah dakwah yang digulirkan oleh nabi-nabi sebelum Rasulullah saw., orang-orang kafir selalu berdiri sebagai penghadang dakwah. Untuk menghentikan laju dakwah, mereka melakukan berbagai upaya dari mulai rayuan hingga pembunuhan. Dalam Quran Allah swt. banyak mengingatkan kita, para da'i tentang makar orang-orang kafir ini. Salah satu hikmahnya adalah agar kita senantiasa memiliki kesiapan mental saat menghadapinya. Dan Kami tidak mengutus kepada suatu negeri seorang pemberi peringatanpun, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: "Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu diutus untuk menyampaikannya". (QS. 34:34)

Di ayat yang lain dinyatakan, Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami bernasib malang karena kamu, sesungguhnya jika kamu tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami akan merajam kamu dan kamu pasti akan mendapatkan siksa yang pedih dari kam.i" (QS. 36:18)

Khusus untuk Rasulullah saw., Allah swt. menggambarkan ujian dalam bentuk makar orang-orang kafir dalam firman-Nya, "Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu, atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya." (QS. 8:30)

Allah juga swt. menegaskan bahwa orang-orang kafir tidak akan pernah berhenti memusuhi dakwah. Firman-Nya:

"Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya." (QS. 2:217)

Biasa juga orang kafir membuat jebakan yang dikamuflase dengan kepentingan atau keuntungan dakwah. Ini pernah dialami oleh Rasulullah saw. sendiri. Orang-orang kafir Quraisy menawarkan kepada Rasulullah saw. agar beliau bersedia mengusap-usap patung-patung mereka. Mereka berjanji jika beliau berkenan melakukannya mereka akan masuk Islam dan mengikuti Rasulullah saw. Hampir saja beliau terpengaruh dan mengikuti tawaran mereka, jika saja Allah swt. tidak segera mengingarkan beliau dengan firman-Nya:

"Dan sesungguhnya mereka hampir mamalingkan kamu dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap Kami; dan kalau sudah begitu tentulah mereka mengambil kamu jadi sahabat yang setia. Dan kalau Kami tidak memperkuat (hati) mu, niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka. kalau terjadi demikian, benar-benarlah, Kami akan rasakan kepadamu (siksaan) berlipat ganda di dunia ini dan begitu (pula siksaan) berlipat ganda sesudah mati, dan kamu tidak akan mendapat seorang penolongpun terhadap Kami." (QS. 17:73-75)

Kekejaman Penguasa Zalim.
Penguasa zalim juga memiliki andil dalam merintangi dakwah. Baik dia penguasa kafir maupun penguasa yang mengaku Muslim. Dalam sejarah tercatat para ulama yang menjadi korban kekejaman penguasa zalim. Sekedar menyebut contoh, Sa'id Bin Zubair sang ulama tabi'in, Imam Ahmad, Imam Ibnu Taimiyyah. Dan tidak perlu jauh-jauh, di negeri kita sendiri hal itu dapat kita saksikan dan rasakan. Di tahun 80-an tidak sedikit para da'i yang dijebloskan ke bui dan diintimidasi saat mengingatkan khalayak terhadap bahaya kristenisasi atau saat menentang cara-cara paksa program Keluarga Berencana. Bahkan hingga hari ini, masih terjadi penangkapan terhadap da'i yang oleh sebagian kalangan dinamakan aksi pemberantasan terorisme.

Tentu saja masih banyak jenis dan bentuk rintangan dan ujian di jalan dakwah. Karenanya, ingin berdakwah tapi tidak mau berhadapan dengan kesulitan? Mimpi 'kali ye? Allahu a'lam.


 

[Selengkapnya] - ANEKA UJIAN DI JALAN DAKWAH

Amalan Pelebur Dosa

Posted by www.amandelsehat.com | 3:30 AM


 

Tumpukan dosa yang menggumpal bukan berarti tak bisa dihapus. Beragam kebaikan yang dilakukan dengan ikhlas mampu meleburnya.


 

Kesalahan bisa dilakukan siapa saja. Tak terkecuali ahli ibadah sekalipun. Karenanya, orang yang terbaik bukan mereka yang tak pernah terjerembab dalam kekeliruan. Tapi, mereka yang selalu menyadari kesalahannya, lalu bertaubat. Dan tidak menunda walau sedetik pun.

"Langsung bertaubat dari dosa merupakan keharusan yang tak bisa ditunda-tunda. Jika taubat ditunda, ia akan memunculkan durhaka lain akibat penundaan itu," kata Ibnu Qayyim al-Jauziyah.


 

Begitu pentingnya taubat karena ia adalah gerbang segala ampunan. Ia adalah wujud pengakuan hamba atas dosanya, dan jembatan pengakuan Allah bagi ampunan-Nya. Taubatlah yang menjadi kunci kebaikan untuk menghapus dosa kesalahan seorang hamba. Allah berfirman, "…Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal shalih, maka kejahatan mereka diganti dengan kebaikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang," (QS Furqan: 70).


 

Setelah gerbang ampunan terbuka, ibadah berikutnya yang bisa melebur dosa adalah sedekah, baik yang dilakukan dengan terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. Allah berfirman, "Jika kamu menampakkan

sedekah(mu) maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagi kamu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu, dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan," (QS

al-Baqarah: 271).


 

Rasulullah saw bersabda, "…sedekah itu mematikan (melebur) kesalahan dan takwa itu membunuh kesalahan seperti air memadamkan api," (HR Thabrani).


 

Sedekah berasal dari kata shadaqa yang berarti benar. Orang yang suka bersedekah adalah orang yang benar pengakuan imannya. Menurut terminologi syariah, pengertian sedekah sama dengan pengertian infak, baik hukum maupun ketentuan-ketentuan umum lainnya. Hanya saja, jika infak cenderung berkaitan dengan materi, sedekah memiliki arti lebih luas, menyangkut juga hal yang bersifat non-materi. Hadits riwayat Imam Muslim dari Abu Dzar, Rasulullah saw menyatakan bahwa jika tidak mampu bersedekah dengan harta, maka membaca tasbih, membaca takbir, tahmid, tahlil, berhubungan suami-istri, atau melakukan kegiatan amar ma'ruf nahi mungkar juga sedekah. Dalam hadits lain yang juga diriwayatkan Muslim, Rasulullah saw menyebutkan bahwa tersenyum kepada saudara yang lain, itu sedekah.


 

Lebih luas lagi, kata sedekah yang terdapat dalam al-Qur'an, sebagian dimaksudkan zakat (QS at-Taubah: 60 dan 103). Hanya saja, walaupun seseorang telah berzakat tetapi masih memiliki kelebihan harta, ia sangat dianjurkan untuk berinfak dan bersedekah. Berinfak adalah ciri utama orang yang bertakwa (QS al-Baqarah: 3), ciri Mukmin yang sungguh-sungguh imannya (QS al-Anfal: 3-4), ciri Mukmin yang mengharapkan keuntungan abadi (QS Faathir: 29). Berinfak akan melipatgandakan pahala di sisi Allah SWT (QS al-Baqarah: 262).

Sebaliknya, tidak mau berinfak sama dengan menjatuhkan diri pada kebinasaan (QS al-Baqarah: 195).


 

Di antara keutamaan zakat adalah, termasuk indikator tingginya keimanan seseorang, mengundang pertolongan dan rahmat Allah SWT (QS al-Hajj:

40-41 dan QS at-Taubah: 71), membersihkan harta (QS at-Taubah: 103), mengembangkan harta (QS ar-Ruum: 39), dan mendistribusikan harta sehingga lenyap jurang antara kaya dan miskin (QS al-Hasyr: 7).


 

Ibadah lainnya yang masih berkaitan langsung dengan harta dan pahalanya mampu melebur dosa adalah jihad. Jihad di jalan Allah yang dilakukan dengan ikhlas bisa melebur dosa. Baik yang dilakukan dengan harta maupun jiwa. Allah berfirman, "…(yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan ke dalam surga…" (QS ash-Shaff: 11-12).


 

Karenanya, para sahabat Rasulullah saw selalu berlomba menyambut seruan jihad. Kendati mereka sudah menginfakkan harta, tapi itu tak membuat mereka puas untuk tidak ikut berjuang di jalan Allah. Bagi mereka, syahid di jalan Allah adalah kunci utama untuk mendapatkan ampunan Allah. Dari Abu Hurairah Rasulullah saw bersabda, "Orang yang mati syahid akan diampuni dosanya pada percikan darah yang pertama, dan akan dikawinkan dengan dua bidadari dan akan memberi syafaat tujuh puluh dari anggota keluarganya…," (HR Thabrani).


 

Untuk itu, niat berjihad harus selalu ada dalam benak kaum Muslimin.

Namun, bagi mereka yang tidak sempat berjihad bukan berarti pintu melebur dosa tertutup. Ibadah sehari-hari yang kita lakukan dengan ikhlas dan sesuai tuntutan Rasulullah saw, juga bisa menghapus dosa.

Rasulullah saw bersabda, "Barangsiapa yang berwudhu seperti wudhuku ini, maka dosa-dosanya yang terdahulu akan diampuni. Sedangkan shalatnya, jalannya menuju masjid adalah amalan tambahan," (HR Muslim dan Nasai).


 

Dalam hadits yang diriwayatkan Thabrani dan Ibnu Hibban dalam Shahih-nya, Abdullah bin Umar berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, "Barangsiapa yang pergi ke masjid (untuk shalat) berjamaah, maka satu langkah bisa menghapus kesalahannya, dan satu langkah (yang lain) ditulis sebagai kebaikan (untuknya) selama pergi dan pulang."


 

Begitu juga dengan ibadah-ibadah lainnya. Shalat merupakan kaffarah

(penebus) atas dosa dan kesalahan seorang hamba. Perumpamaan orang yang melakukan shalat lima waktu sehari semalam ibarat orang yang di depan rumahnya mengalir sungai dan ia mandi lima kali sehari. Tak akan ada kotoran yang tersisa. "Begitulah perumpamaan shalat lima waktu. Dengan shalat itu Allah akan melebur kesalahan-kesalahan (hamba-Nya)," ujar Rasulullah saw seperti diriwayatkan Bukhari dan Muslim.


 

Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Muslim dan Tirmidzi bahwa Rasulullah saw menegaskan, "Shalat lima waktu, shalat Jum'at menuju Jum'at berikutnya adalah pelebur dosa di antara mereka, selama dosa-dosa besar tidak dilanggar."


 

Ibadah puasa yang dilakukan dengan penuh keimanan dan hanya mengharap ridha Allah, bisa melebur dosa. "Barangsiapa puasa Ramadhan dengan iman dan ikhlas (mencari pahala karena Allah) maka diampunilah dosanya yang sudah lewat," (HR Bukhari Muslim).


 

Apalagi jika puasa Ramadhan diikuti dengan puasa Syawal enam hari setelahnya. "Barangsiapa yang puasa Ramadhan dan mengiringinya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka ia akan keluar dari dosa-dosanya seperti pada hari ia dilahirkan ibunya," demikian sabda Rasulullah saw seperti yang diriwayatkan Thabrani dalam Mu'jam al-Ausath-nya.


 

Puasa ayyamul bidh (tiga hari setiap pertengahan bulan hijriyah) juga bisa menjadi pelebur dosa. Dalam Mu'jam al-Kabir-nya Thabrani meriwayatkan, dari Maimunah binti Sa'ad bahwa Rasulullah saw bersabda, "Dari setiap bulan tiga hari, barangsiapa yang mampu melaksanakannya maka (pahala) setiap harinya bisa melebur sepuluh kali kesalahan dan dia bersih dari dosa seperti air membersihkan pakaian."


 

Kalau ibadah harian (seperti shalat), bulanan (seperti puasa sunnah), atau tahunan (seperti puasa Ramadhan) mampu melebur dosa, begitu juga dengan ibadah haji yang diwajibkan sekali seumur hidup bagi yang mampu.

Rasulullah saw bersabda, "Barangsiapa yang melaksanakan haji, lalu tidak berbicara kotor dan tidak fasik, dia akan kembali (diampuni) dari dosanya sebagai mana ia dilahirkan ibunya," (HR Bukhari Muslim).


 

Begitulah kesempurnaan Islam dan keutamaan umat Nabi Muhammad.

Hari-harinya penuh dengan pahala yang mampu melebur dosa kesalahannya.

Bahkan, pelebur dosa itu kadang bukan datang dari ibadah mahdhah yang kita lakukan. Musibah yang dihadapi dengan tabah dan sabar juga mampu mendatangkan ampunan Allah. "Tidaklah menimpa seorang Mukmin suatu kepayahan dan tidak pula penyakit yang langgeng, tidak pula duka cita, dan tidak pula kesusahan, tidak pula penyakit dan tidak pula kesedihan sampai duri yang mengenai dirinya kecuali Allah akan mengampuni kesalahannya dengan musibah itu," (HR Bukhari Muslim).


 

Muamalah sesama manusia yang dilakukan dengan akhlak yang baik juga mampu mengikis tumpukan dosa. "Akhlak yang baik bisa menghancurkan kesalahan-kesalahan sebagaimana matahari mencairkan es," (HR Thabrani dan Baihaqi). Dalam hadits yang diriwayatkan Ahmad dan Tirmidzi, Nabi kembali menegaskan, "Tak ada dua orang Islam yang saling bertemu, lalu keduanya saling berjabat tangan kecuali Allah akan mengampuni keduanya sebelum berpisah."


 

Subhanallah. Betapa mulia Islam. Tak ada tindakan umatnya yang sia-sia jika dilakukan sesuai tuntunan Rasulullah saw. Desah napas kebaikan yang kita hembuskan semua bernilai pahala. Ibadah-ibadah ringan yang selama ini sering kita anggap remeh nyatanya mampu menjadi godam palu yang bisa melebur bongkahan dosa.


 

[Selengkapnya] - Amalan Pelebur Dosa

ADAB PENUNTUT ILMU

Posted by www.amandelsehat.com | 3:28 AM

Menuntut ilmu adalah satu keharusan bagi kita kaum muslimin. Banyak sekali dalil yang menunjukkan keutamaan ilmu, para penuntut ilmu dan yang mengajarkannya.
Adab-adab dalam menuntut ilmu yang harus kita ketahui agar ilmu yang kita tuntut berfaidah bagi kita dan orang yang ada di sekitar kita sangatlah banyak. Adab-adab tersebut di antaranya adalah:

1. Ikhlas karena Allah I .

Hendaknya niat kita dalam menuntut ilmu adalah kerena Allah I dan untuk negeri akhirat. Apabila seseorang menuntut ilmu hanya untuk mendapatkan gelar agar bisa mendapatkan kedudukan yang tinggi atau ingin menjadi orang yang terpandang atau niat yang sejenisnya, maka Rasulullah e telah memberi peringatan tentang hal ini dalam sabdanya e :

"Barangsiapa yang menuntut ilmu yang pelajari hanya karena Allah I sedang ia tidak menuntutnya kecuali untuk mendapatkan mata-benda dunia, ia tidak akan mendapatkan bau sorga pada hari kiamat".( HR: Ahmad, Abu,Daud dan Ibnu Majah

Tetapi kalau ada orang yang mengatakan bahwa saya ingin mendapatkan syahadah (MA atau Doktor, misalnya ) bukan karena ingin mendapatkan dunia, tetapi karena sudah menjadi peraturan yang tidak tertulis kalau seseorang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi, segala ucapannya menjadi lebih didengarkan orang dalam menyampaikan ilmu atau dalam mengajar. Niat ini - insya Allah - termasuk niat yang benar.

2.Untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya dan orang lain.

Semua manusia pada mulanya adalah bodoh. Kita berniat untuk meng-hilangkan kebodohan dari diri kita, setelah kita menjadi orang yang memiliki ilmu kita harus mengajarkannya kepada orang lain untuk menghilang kebodohan dari diri mereka, dan tentu saja mengajarkan kepada orang lain itu dengan berbagai cara agar orang lain dapat mengambil faidah dari ilmu kita.

Apakah disyaratkan untuk memberi mamfaat pada orang lain itu kita duduk dimasjid dan mengadakan satu pengajian ataukah kita memberi mamfa'at pada orang lain dengan ilmu itu pada setiap saat? Jawaban yang benar adalah yang kedua; karena Rasulullah e bersabda :

"Sampaikanlah dariku walupun cuma satu ayat (HR: Bukhari)
Imam Ahmad berkata: Ilmu itu tidak ada bandingannya apabila niatnya benar. Para muridnya bertanya: Bagaimanakah yang demikian itu? Beliau menjawab: ia berniat menghilangkan kebodohan dari dirinya dan dari orang lain.

3. Berniat dalam menuntut ilmu untuk membela syari'at.

Sudah menjadi keharusan bagi para penuntut ilmu berniat dalam menuntut ilmu untuk membela syari'at. Karena kedudukan syari'at sama dengan pedang kalau tidak ada seseorang yang menggunakannya ia tidak berarti apa-apa. Penuntut ilmu harus membela agamanya dari hal-hal yang menyimpang dari agama (bid'ah), sebagaimana tuntunan yang diajarkan Rasulullah e. Hal ini tidak ada yang bisa melakukannya kecuali orang yang memiliki ilmu yang benar, sesuai petunjuk Al-Qor'an dan As-Sunnah.

4. Lapang dada dalam menerima perbedaan pendapat.

Apabila ada perbedaan pendapat, hendaknya penuntut ilmu menerima perbedaan itu dengan lapang dada selama perbedaan itu pada persoalaan ijtihad, bukan persoalaan aqidah, karena persoalaan aqidah adalah masalah yang tidak ada perbedaan pendapat di kalangan salaf. Berbeda dalam masalah ijtihad, perbedaan pendapat telah ada sejak zaman shahabat, bahkan pada masa Rasulullah e masih hidup. Karena itu jangan sampai kita menghina atau menjelekkan orang lain yang kebetulan berbeda pandapat dengan kita.

5. Mengamalkan ilmu yang telah didapatkan.

Termasuk adab yang tepenting bagi para penuntut ilmu adalah mengamalkan ilmu yang telah diperoleh, karena amal adalah buah dari ilmu, baik itu aqidah, ibadah, akhlak maupun muamalah. Karena orang yang telah memiliki ilmu adalah seperti orang memiliki senjata. Ilmu atau senjata (pedang) tidak akan ada gunanya kecuali diamalkan (digunakan).

6. Menghormati para ulama dan memuliakan mereka.

Penuntut ilmu harus selalu lapang dada dalam menerima perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan ulama. Jangan sampai ia mengumpat atau mencela ulama yang kebetulan keliru di dalam memutuskan suatu masalah. Mengumpat orang biasa saja sudah termasuk dosa besar apalagi kalau orang itu adalah seorang ulama.

7. Mencari kebenaran dan sabar

Termasuk adab yang paling penting bagi kita sebagai seorang penuntut ilmu adalah mencari kebenaran dari ilmu yang telah didapatkan. Mencari kebenaran dari berita berita yang sampai kepada kita yang menjadi sumber hukum. Ketika sampai kepada kita sebuah hadits misalnya, kita harus meneliti lebih dahulu tentang keshahihan hadits tersebut. Kalau sudah kita temukan bukti bahwa hadits itu adalah shahih, kita berusaha lagi mencari makna (pengertian ) dari hadits tersebut. Dalam mencari kebenaran ini kita harus sabar, jangan tergesa-gasa, jangan cepat merasa bosan atau keluh kesah. Jangan sampai kita mempelajari satu pelajaran setengah-setengah, belajar satu kitab sebentar lalu ganti lagi dengan kitab yang lain. Kalau seperti itu kita tidak akan mendapatkan apa dari yang kita tuntut.

Di samping itu, mencari kebenaran dalam ilmu sangat penting karena sesungguhnya pembawa berita terkadang punya maksud yang tidak benar, atau barangkali dia tidak bermaksud jahat namun dia keliru dalam memahami sebuah dalil.Wallahu 'Alam.

Dikutip dari " Kitabul ilmi" Syaikh Muhammad bin Shalih Al'Utsaimin
.(Abu Luthfi)

[Selengkapnya] - ADAB PENUNTUT ILMU

7 Indikator Kebahagiaan Dunia

Posted by www.amandelsehat.com | 3:27 AM

Ibnu Abbas ra. adalah salah seorang sahabat Nabi SAW yang sangat telaten dalam menjaga dan melayani Rasulullah SAW, dimana ia pernah secara khusus didoakan Rasulullah SAW, selain itu pada usia 9 tahun Ibnu Abbas telah hafal Al-Quran dan telah menjadi imam di mesjid. Suatu hari ia ditanya oleh para Tabi'in (generasi sesudah wafatnya Rasulullah SAW) mengenai apa yang dimaksud dengan kebahagiaan dunia.

Jawab Ibnu Abbas ada 7 (tujuh) indikator kebahagiaan dunia, yaitu :

Pertama,
Qalbun syakirun atau hati yang selalu bersyukur.

Memiliki jiwa syukur berarti selalu menerima apa adanya (qona'ah), sehingga tidak ada ambisi yang berlebihan, tidak ada stress, inilah nikmat bagi hati yang selalu bersyukur. Seorang yang pandai bersyukur sangatlah cerdas memahami sifat-sifat Allah SWT, sehingga apapun yang diberikan Allah ia malah terpesona dengan pemberian dan keputusan Allah.

Bila sedang kesulitan maka ia segera ingat sabda Rasulullah SAW yaitu :
"Kalau kita sedang sulit perhatikanlah orang yang lebih sulit dari kita". Bila sedang diberi kemudahan, ia bersyukur dengan memperbanyak amal ibadahnya, kemudian Allah pun akan mengujinya dengan kemudahan yang lebih besar lagi. Bila ia tetap "bandel" dengan terus bersyukur maka Allah akan mengujinya lagi dengan kemudahan yang lebih besar lagi.

Maka berbahagialah orang yang pandai bersyukur!

Kedua.
Al azwaju shalihah, yaitu pasangan hidup yang sholeh.

Pasangan hidup yang sholeh akan menciptakan suasana rumah dan keluarga yang sholeh pula. Di akhirat kelak seorang suami (sebagai imam keluarga) akan diminta pertanggungjawaban dalam mengajak istri dan anaknya kepada kesholehan. Berbahagialah menjadi seorang istri bila memiliki suami yang sholeh, yang pasti akan bekerja keras untuk mengajak istri dan anaknya menjadi muslim yang sholeh. Demikian pula seorang istri yang sholeh, akan memiliki kesabaran dan keikhlasan yang luar biasa dalam melayani suaminya, walau seberapa buruknya kelakuan suaminya. Maka berbahagialah menjadi seorang suami yang memiliki seorang istri yang sholeh.

Ketiga, al auladun abrar, yaitu anak yang soleh.

Saat Rasulullah SAW lagi thawaf. Rasulullah SAW bertemu dengan seorang anak muda yang pundaknya lecet-lecet. Setelah selesai thawaf Rasulullah SAW bertanya kepada anak muda itu : "Kenapa pundakmu itu ?" Jawab anak muda itu : "Ya Rasulullah, saya dari Yaman, saya mempunyai seorang ibu yang sudah udzur. Saya sangat mencintai dia dan saya tidak pernah melepaskan dia. Saya melepaskan ibu saya hanya ketika buang hajat, ketika sholat, atau ketika istirahat, selain itu sisanya saya selalu menggendongnya". Lalu anak muda itu bertanya: " Ya Rasulullah, apakah aku sudah termasuk kedalam orang yang sudah berbakti kepada orang tua ?"
Nabi SAW sambil memeluk anak muda itu dan mengatakan: "Sungguh Allah ridho kepadamu, kamu anak yang soleh, anak yang berbakti, tapi anakku ketahuilah, cinta orangtuamu tidak akan terbalaskan olehmu". Dari hadist tersebut kita mendapat gambaran bahwa amal ibadah kita ternyata tidak cukup untuk membalas cinta dan kebaikan orang tua kita, namun minimal kita bisa memulainya dengan menjadi anak yang soleh, dimana doa anak yang sholeh kepada orang tuanya dijamin dikabulkan Allah. Berbahagialah kita bila memiliki anak yang sholeh.

Keempat, albiatu sholihah, yaitu lingkungan yang kondusif untuk iman kita.

Yang dimaksud dengan lingkungan yang kondusif ialah, kita boleh mengenal siapapun tetapi untuk menjadikannya sebagai sahabat karib kita, haruslah orang-orang yang mempunyai nilai tambah terhadap keimanan kita. Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah menganjurkan kita untuk selalu bergaul dengan orang-orang yang sholeh. Orang-orang yang sholeh akan selalu mengajak kepada kebaikan dan mengingatkan kita bila kita berbuat salah.

Orang-orang sholeh adalah orang-orang yang bahagia karena nikmat iman dan nikmat Islam yang selalu terpancar pada cahaya wajahnya. Insya Allah cahaya tersebut akan ikut menyinari orang-orang yang ada disekitarnya.

Berbahagialah orang-orang yang selalu dikelilingi oleh orang-orang yang sholeh.

Kelima, al malul halal, atau harta yang halal.

Paradigma dalam Islam mengenai harta bukanlah banyaknya harta tetapi halalnya. Ini tidak berarti Islam tidak menyuruh umatnya untuk kaya.

Dalam riwayat Imam Muslim di dalam bab sadaqoh, Rasulullah SAW pernah bertemu dengan seorang sahabat yang berdoa mengangkat tangan. "Kamu berdoa sudah bagus", kata Nabi SAW, "Namun sayang makanan, minuman dan pakaian dan tempat tinggalnya didapat secara haram, bagaimana doanya dikabulkan". Berbahagialah menjadi orang yang hartanya halal karena doanya sangat mudah dikabulkan Allah. Harta yang halal juga akan menjauhkan setan dari hatinya, maka hatinya semakin bersih, suci dan kokoh, sehingga memberi ketenangan dalam hidupnya. Maka berbahagialah orang-orang yang selalu dengan teliti menjaga kehalalan hartanya.

Keenam, Tafakuh fi dien, atau semangat untuk memahami agama.

Semangat memahami agama diwujudkan dalam semangat memahami ilmu-ilmu agama Islam. Semakin ia belajar, maka semakin ia terangsang untuk belajar lebih jauh lagi ilmu mengenai sifat-sifat Allah dan ciptaan-Nya.

Allah menjanjikan nikmat bagi umat-Nya yang menuntut ilmu, semakin ia belajar semakin cinta ia kepada agamanya, semakin tinggi cintanya kepada Allah dan rasul-Nya. Cinta inilah yang akan memberi cahaya bagi hatinya.

Semangat memahami agama akan meng "hidup" kan hatinya, hati yang "hidup" adalah hati yang selalu dipenuhi cahaya nikmat Islam dan nikmat iman. Maka berbahagialah orang yang penuh semangat memahami ilmu agama Islam.

Ketujuh, yaitu umur yang baroqah.

Umur yang baroqah itu artinya umur yang semakin tua semakin sholeh, yang setiap detiknya diisi dengan amal ibadah. Seseorang yang mengisi hidupnya untuk kebahagiaan dunia semata, maka hari tuanya akan diisi dengan banyak bernostalgia (berangan-angan) tentang masa mudanya, iapun cenderung kecewa dengan ketuaannya (post-power syndrome). Disamping itu pikirannya terfokus pada bagaimana caranya menikmati sisa hidupnya, maka iapun sibuk berangan-angan terhadap kenikmatan dunia yang belum ia sempat rasakan, hatinya kecewa bila ia tidak mampu menikmati kenikmatan yang diangankannya. Sedangkan orang yang mengisi umurnya dengan banyak mempersiapkan diri untuk akhirat (melalui amal ibadah) maka semakin tua semakin rindu ia untuk bertemu dengan Sang Penciptanya. Hari tuanya diisi dengan bermesraan dengan Sang Maha Pengasih. Tidak ada rasa takutnya untuk meninggalkan dunia ini, bahkan ia penuh harap untuk segera merasakan keindahan alam kehidupan berikutnya seperti yang dijanjikan Allah. Inilah semangat "hidup" orang-orang yang baroqah umurnya, maka berbahagialah orang-orang yang umurnya baroqah.

Demikianlah pesan-pesan dari Ibnu Abbas ra. mengenai 7 indikator kebahagiaan dunia.

Bagaimana caranya agar kita dikaruniakan Allah ke tujuh buah indikator kebahagiaan dunia tersebut ? Selain usaha keras kita untuk memperbaiki diri, maka mohonlah kepada Allah SWT dengan sesering dan se-khusyu' mungkin membaca doa `sapu jagat' , yaitu doa yang paling sering dibaca oleh Rasulullah SAW. Dimana baris pertama doa tersebut "Rabbanaa aatina fid dun-yaa hasanaw" (yang artinya "Ya Allah karuniakanlah aku kebahagiaan dunia "), mempunyai makna bahwa kita sedang meminta kepada Allah ke tujuh indikator kebahagiaan dunia yang disebutkan Ibnu Abbas ra, yaitu hati yang selalu syukur, pasangan hidup yang soleh, anak yang soleh, teman-teman atau lingkungan yang soleh, harta yang halal, semangat untuk memahami ajaran agama, dan umur yang baroqah.

Walaupun kita akui sulit mendapatkan ketujuh hal itu ada di dalam genggaman kita, setidak-tidaknya kalau kita mendapat sebagian saja sudah patut kita syukuri.

Sedangkan mengenai kelanjutan doa sapu jagat tersebut yaitu "wa fil aakhirati hasanaw" (yang artinya "dan juga kebahagiaan akhirat"), untuk memperolehnya hanyalah dengan rahmat Allah. Kebahagiaan akhirat itu bukan surga tetapi rahmat Allah, kasih sayang Allah. Surga itu hanyalah sebagian kecil dari rahmat Allah, kita masuk surga bukan karena amal soleh kita, tetapi karena rahmat Allah.

Amal soleh yang kita lakukan sepanjang hidup kita (walau setiap hari puasa dan sholat malam) tidaklah cukup untuk mendapatkan tiket masuk surga. Amal soleh sesempurna apapun yang kita lakukan seumur hidup kita tidaklah sebanding dengan nikmat surga yang dijanjikan Allah.

Kata Nabi SAW, "Amal soleh yang kalian lakukan tidak bisa memasukkan kalian ke surga". Lalu para sahabat bertanya: "Bagaimana dengan Engkau ya Rasulullah ?". Jawab Rasulullah SAW : "Amal soleh saya pun juga tidak cukup". Lalu para sahabat kembali bertanya : "Kalau begitu dengan apa kita masuk surga?". Nabi SAW kembali menjawab : "Kita dapat masuk surga hanya karena rahmat dan kebaikan Allah semata".

Jadi sholat kita, puasa kita, taqarub kita kepada Allah sebenarnya bukan untuk surga tetapi untuk mendapatkan rahmat Allah. Dengan rahmat Allah itulah kita mendapatkan surga Allah (Insya Allah, Amiin).

[Selengkapnya] - 7 Indikator Kebahagiaan Dunia

19-PERKARA YANG MERUSAK AMAL

Posted by www.amandelsehat.com | 3:24 AM

1. Kufur, Syirik, Murtad, dan Nifaq.

Wahai orang Muslim, wahai hamba Allah! Ketahuilah, siapa yang mati dalam keadaan kafir atau musyrik atau murtad, maka segala amal yang baik tidak ada manfaatnya untuk mendekatkan diri kepada Allah, seperti shadaqah, silaturrahim, berbuat baik kepada tetangga dan lain-lainnya. Sebab di antara syarat taqarrub adalah mengetahui siapa yang didekati. Sementara itu orang kafir tidak begitu. Maka secara spontan amalnya menjadi rusak dan sia-sia.

Allah berfirman: "Barangsiapa yang murtad diantara kamu dari agamanya, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya" [Al-Baqarah: 217].

"Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam), maka hapuslah amalannya dan ia pada akhirat termasuk orang-orang yang merugi."
[Al-Maidah: 5].

"Dan sesunggunya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: 'Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi'." [Az-Zumar: 65].

Allah juga berfirman, mengabarkan tentang keadaan semua rasul: "Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya leyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan."
[Al-An'am: 88].

Dan juga sabda Rasulullah saw: "Apabila orang-orang mengumpulan orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang kemudian untuk satu hari dan tiada keraguan di dalamnya, maka ada penyeru yang berseru: 'Barangsiapa telah menyekutukan seseorang dalam suatu amalan yang mestinya dikerjakan karena Allah, lalu dia minta pahala di sisi-Nya, maka sesungguhnya Allah adalah yang paling tidak membutuhkan untuk dipersekutukan'."
[HR. At-Tirmidzi 3154, Ibnu Majah 4203, Ahmad 4/215, Ibnu Hibban 7301, hasan].

2. Riya'.

Celaan terhadap riya' telah disebutkan dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Firman Allah: "... seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya' kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu sperti batu yang licin dan diatasnya ada tanah, kemudian batu itu mejadilah bersih (tidak bertanah). Mereka itu tidak menguasai sesuatu sesuatu apapun dari apa yang mereka usahakan, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir."
[ Al-Baqarah: 264].

Rasullullah saw bersabda: "Sesungguhnya yang aku paling takutkan atas kamu sekalian ialah syirik kecil, yaitu riya'. Allah berfirman pada hari kiamat, tatkala memberikan balasan terhadap amal-amal manusia, 'Pergilah kepada orang-orang yang dulu kamu berbuat riya' di dunia, lalu lihatlah apakah kamu mendapatkan balasan bagi mereka?"
[HR. Ahmad 5/428, 429, shahih].

Maka dari itu jauhilah riya', karena ia merupakan bencana amat jahat, yang bisa menggugurkan amal dan menjadikannya sia-sia. Ketahuilah, bahwa orang-orang yang riya' adalah pertama kali menjadi santapan neraka, karena mereka telah menikmati hasil perbuatannya di dunia, sehingga tidak ada yang menyisa di akhirat.

Ya Allah, sucikanlah hati kami dari nifaq dan amal kami yang riya' teguhkanlah kami pada jalan-Mu yang lurus, agar datang keyakinan kepada kami.

3. Menyebut-Nyebut Shadaqah dan Menyakiti Orang Yang Diberi.

Allah berfirman: "Hai orang-orang yang beriman jangalah kamu menghilangkan (pahala) shadaqahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima)."
[Al-Baqarah: 264].

Ketahuilah wahai hamba Allah! Jika engkau menshadaqahkan harta karena mengharap balasa dari orang yang engkau beri, maka engkau tidak adakn mendapatkan keridhaan Allah. Begitu pula jika engkau menshadaqahkannya karena terpaksa dan menyebut-nyebut pemberianmu kepada orang lain.

Rasulullah saw bersabda: "Tiga orang, Allah tidak menerima ibadah yang wajib dan yang sunat dari mereka, yaitu orang yang durhaka kepada orang tua, menyebut-nyebut shadaqah dan mendustakan takdir."
[HR. Ibnu Abi Ashim 323, Ath-Thabrany 7547, hasan].

Abu Bakar Al-Warraq berkata, "Kebaikan yang paling baik, pada setiap waktu adalah perbuatan yang tidak dilanjuti dengan menyebut-nyebutnya."

Allah berfirman: "Perkataan baik dan pemberian maaf lebih baik dari shadaqah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun."
[Al-Baqarah: 263].

4. Mendustakan Takdir.

Ketahuilah wahai orang Mukmin, iman seorang hamba tidak dianggap sah kecuali dia beriman kepada takdir Allah, baik maupun buruk. Dia juga harus tahu bahwa bencana yang menimpanya bukan unutk menyalahkannya, dan apa yang membuatnya salah bukan untuk menimpakan bencana kepadanya. Semua ketentuan sudah ditetapkan dan ditulis di Mushhaf yang hanya dikethaui Allah semata, sebelum suatu peristiwa benar-benar terjadi dan sebelum Dia menciptakan alam.

Rasulullah saw bersabda: "Tiga orang, Allah tidak menerima ibadah yang wajib dan yang sunat dari mereka, yaitu orang yang durhaka kepada orang tua, menyebut-nyebut shadaqah dan mendustakan takdir."

Dan sabda beliau yang lain: "Andaikata Allah mengadzab semua penhuni langit dan bumi-Nya, maka Dia tidak zhalim terhadap mereka. Dan, andaikata Allah merahmati mereka, maka rahmat-Nya itu lebih baik bagi mereka dari amal-amal mereka. Andaikata engkau membelanjakan emas seperti gunung Uhud di jalan Allah, maka Allah tidak akan menerima amalmu sehingga engkau beriman kepada takdir, dan engkau tahu bahwa bencana yang menimpamu, dan apa yang membuatmu salah bukan untuk menimpakan bencana kepadamu. Andaikata engkau mati tidak seperti ini, maka engkau akan masuk neraka."
[HR. Abu Daud 4699, Ibnu Majah 77, Ahmad 5/183, 185, 189, shahih].

5. Meninggalkan Shalat Ashar.

Allah memperingatkan manusia agar tidak meninggalkan shalatul-wustha (shalat ashar) karena dilalaikan harta, keluarga atau keduniaan. Allah mengkhususkan bagi pelakunya dengan ancaman keras, khususnya shalat ashar. Firman-Nya: "Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang yang lalai dari shalatnya."
[Al-Ma'un: 4-5].

Rasulullah saw bersabda: "Orang tidak mengerjakan shalat ashar, seakan-akan dia ditinggalkan sendirian oleh keluarga dan hartanya."
[HR. Al-Bukhari 2/30, Muslim 626]

Dari Abu Al-Malih, atau Amir bin Usamah bin Umair Al-Hadzaly, dia berkata, "Kami bersama Buraidah dalam suatu perperangan pada suatu hari yang mendung. Lalu ia berkata, 'Segeralah melaksanakan shalat ashar, karena Nabi saw pernah berkata: "Barangsiapa meninggalkan shalat ashar, maka amalnya telah lenyap."
[HR. Al-Bukhari 2/31, 66].

6. Bersumpah Bahwa Allah Tidak Mengampuni Seseorang

Dari Jundab ra sesungguhnya Rasulullah saw mengisahkan tentang seorang laki-laki yang berkata, "Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni Fulan. Padahal Allah telah berfirman, 'Siapa yang bersumpah kepada-Ku, bahwa aku tidak mengampuni Fulan, maka aku mengampuni Fulan itu dan menyia-nyiakan amalnya (orang yang bersumpah)." [HR. Muslim 16/174].

Ketahuilah, bahwa memutuskan manusia dari rahmat Allah merupakan sebab bertambahnya kedurhakaan orang yang durhaka. Karena dia merasa yakin, pintu rahmat Ilahi sudah ditutup di hadapannya, sehingga dia semakin menyimpang jauh dan durhaka, hanya karena dia hendak memuaskan nafsunya. Allah akan mengadzabnya dengan adzab yang tidak diberikan kepada orang lain.

Bukanlah sudah selayaknya jika Allah menghapus pahala amal orang yang menutup pintu kebaikan dan membuka pintu keburukan, sebagai balasan yang setimpal baginya?

7. Mempersulit Rasulullah, dengan Perkataan maupun Perbuatan.

Allah berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebagian yang lainm supaya tidak menghapus (pahala) amalanmu, sedang kamu tidak menyadarinya."
[Al-Hujurat: 2].

Dari Anas bin Malik ra, tatkala ayat ini turun maka Tsabit bin Qais di rumahnya, seraya berkata, "Pahala amalku telah terhapus, dan aku termasuk penghuni neraka." Dia juga menghidari Nabi saw. Lalu beliau bertanya kepada Sa'd bin Mu'adz, "Wahai Abu Amr, mengapa Tsabit mengeluh?"

Sa'd menjawab, "Dia sedang menyendiri dan saya tidak tahu kalau dia sedang mengeluh."

Lalu Sa'd mendatangi Tsabit dan mengabarkan apa yang dikatakan Rasulullah. Maka Tsabit berkata, "Ayat ini telah turun, sedang engkau sekalian tahu bahwa aku adalah orang yang paling keras suaranya di hadapan Rasulullah. Berarti aku termasuk penghuni neraka."

Sa'd menyampaikan hal ini kepada beliau, lalu beliau berkata, "Bahwa dia termauk penghuni surga." [HR. Al-Bukhari 6/260, Muslim 2/133-134].

Dengan hadits ini jelaslah bahwa mengeraskan suara yang dapat menghapus pahala amal adalah suara yang menggangu Rasulullah, menentang perintah beliau, tidak taat dan tidak mengikuti beliau, baik perkataan maupun perbuatan.

Allah berfirman: "Hai orang-orang yang beriman taatlah kepada Allah dan Rasul dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu."
[Muhammad: 33].

8. Melakukan Bid'ah Dalam Agama.

Melakukan bid'ah akan mengugurkan amal dan menghapus pahala. Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang menciptakan sesuatu yang baru dalam agama kami ini yang tidak termasuk bagian darinya, maka ia tertolak."

Dalam riwayat lain disebutkan: "Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak termasuk agama kami, maka ia tertolak."
[HR. Al-Bukhari 5/301, Muslim 12/16].

9. Melanggar Hal-Hal Yang Diharamkan Allah Secara Sembunyi-Sembunyi.

Dari Tsauban ra, dari Nabi saw, beliau bersabda: "Benar-benar akan kuberitahukan tentang orang-orang dari umatku yang datang pada hari kiamat dengan membawa beberapa kebaikan seperti gunung Tihamah yang berwarna putih, lalu Allah menjadikan kebaikan-kebaikan itu sebagai debu yang berhamburan". Tsauban berkata, "Wahai Rasulullah, sebutkan sifat-sifat mereka kepada kami dan jelaskan kepada kami, agar kami tidak termasuk diantara mereka, sedang kami tidak mengetahuiny". Beliau bersabda: "Sesungguhnya mereka itu juga saudara dan dari jenismu. Mereka shalat malam seperti yang kamu kerjakan. Hanya saja mereka adalah orang-orang yang apabila berada sendirian dengan hal-hal yang diharamkan Allah maka, mereka melanggarnya."
[HR. Ibnu Majah 4245, shahih].

10. Merasa Gembira Jika Ada Orang Mukmin Terbunuh.

Darah orang Muslim itu dilindungi. Maka seseorang tidak boleh menumpahkan darahnya menurut hak Islam.

Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa membunuh seorang Mukmin lalu ia merasa senag terhadap pembunuhannya itu, maka Allah tidak akan menerima ibadah yang wajib dan yang sunat darinya."
[HR. Abu Daud 4270, shahih].

11. Menetap Bersama Orang-Orang Musyrik Di Wilayah Perperangan.

Dari Bahz bin Hakim, dari ayahnya, dari kakeknya, dia berkata: "Aku berkata, 'wahai Nabi Allah, aku tidak pernah mendatangimu sehingga aku menjalin persahabatan lebih banyak dari jumlah jari-jari tangan? Apakah sekarang aku tidak boleh mendatangimu dan mendatangi agamamu? Sesungguhnya aku dulu adalah orang yang tidak pernah melalaikan sesuatu pun kecuali apa yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya kepadaku, dan sesungguhnya aku ingin bertanya atas ridha Allah, dengan apa Rabb-mu mengutusmu kepada kami?"

Beliau menjawab, "Dengan Islam."

"Apakah tanda-tanda Islam itu?", Dia bertanya.

Beliau menjawab, "Hendaklah engkau mengucapkan: 'Aku berserah diri kepada Allah', hendaklah engkau bergantung kepada-Nya, mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat. Setiap orang Muslim atas orang Muslim lainnya adalah haram (menyakiti), keduanya adalah saudara dan saling menolong. Allah tidak akan menerima suatu amalan dari orang Muslim setelah dia masuk Islam, sehingga dia meninggalkan orang-orang kafir untuk bergabung dengan orang-orang Muslim." [HR. An-Nasa'i 5/82-83, Ibnu Majah 2536, Ahmad 5/4-5, hasan].

12. Mendatangi Dukun dan Peramal.

Beliau saw mengancam orang-orang yang mendatangi dukun dan sejenisnya, lalu meminta sesuatu kepadanya, bahwa shalatnya tidak akan diterima selama empat puluh hari. Beliau bersabda: "Barangsiapa mendatangi peramal lalu bertanya tentang sesuatu kepadanya, maka shalatnya tidak akan diterima selama empat puluh hari."
[HR. Muslim 14/227].

Ancaman ini diperuntukkan bagi orang yang mendatangi dukun dan menanyakan sesuatu kepadanya. Sedangkan orang yang membenarkannya, maka dia dianggap sebagai orang yang mengingkari apa yang diturunkan kepada Rasulullah saw. Beliau bersabda: "Barangsiapa mendatangi peramal atau dukun lalu membenarkan apa yang dikatakannya, maka ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad saw." [HR. Muslim 135, Abu Daud 3904, Ahmad 2/408-476].

13. Durhaka Kepada Kedua Orang Tua.

Allah telah memerintahkan agar berbuat baik kepada ibu bapak dan berbakti kepada keduanya. Dia memperingatkan, mendurhakai keduanya dan mengingkari kelebihan keduanya dalam pendidikan merupakan dosa besar dan melenyapkan pahala amal. Rasulullah saw bersabda: "Tiga orang, Allah tidak menerima ibadah yang wajib dan yang sunat dari mereka, yaitu orang yang durhaka kepada orang tua, menyebut-nyebut shadaqah dan mendustakan takdir."

14. Meminum Khamr.

Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa meminum khamr, maka shalatnya tidak diterima selama empat puluh pagi (hari). Jika dia bertaubat, maka Allah mengampuninya. Jika dia mengulanginya lagi, maka shalatnya tidak diterima (lagi) selama empat puluh pagi (hari). Jika dia bertaubat, maka Allah mengampuninya. Jika dia mengulanginya lagi, maka shalatnya tidak diterima (lagi) selama empat puluh pagi (hari). Jika dia bertaubat, maka Allah mengampuninya. Jika dia mengulanginya lagi, maka shalatnya tidak diterima (lagi) selama empat puluh pagi (hari). Dan, jika mengulanginya keempat kalinya, maka shalatnya tidak diterima (lagi) selama empat puluh pagi (hari). Jika dia bertaubat maka Allah tidak mengampuninya dan Dia mengguyurnya dengan air sungai al-khabal." Ada yang bertanya, "Wahai Abu Abdurrahman (Nabi), apakah sungai al-khabal itu?" Beliau menjawab, "Air sungai dari nanah para penghuni neraka."
[HR. At-Tirmidzi 1862, shahih].

15. Perkataan Dusta dan Palsu.

Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan palsu dan pelaksaannya, maka Allah tidak mempunyai kebutuhan untuk meninggalkan makanan dan minumannya."
[HR. Al-Bukhari 4/16, 10/473].

Di dalam hadits ini terkandung dalil perkataan palsu dan pengamalannya dapat meleyapkan pahala puasa.

16. Memelihara Anjing, Kecuali Anjing Pelacak, Penunggu Tanaman atau Berburu.

Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa memelihara seekor anjing, maka pahala amalnya dikurangi setiap hari satu qirath (dalam riwayat lain: dua qirath) kecuali anjang untuk menjaga tanaman atau pun anjing pelacak."
[HR. Al-Bukhari 6/360, Muslim 10, 240].

17. Wanita Yang Nusyuz, Hingga Kembali Menaati Suaminya.

Rasulullah saw bersabda: "Dua orang yang shalatnya tidak melebihi kepalanya, yaitu hamba sahaya yang lari dari tuannya hingga kembali lagi kepadanya dan wanita yang mendurhakai suaminya hingga kembali lagi."

18. Orang Yang Menjadi Imam Suatu Kaum dan Mereka Benci Kepadanya.

Rasulullah saw bersabda: "Tiga orang yang shalatnya tidak melebihi telinga mereka, yaitu hamba sahaya yang lari dari tuannya sehingga dia kembali yaitu hamba sahaya yang lari dari tuannya sehingga dia kembali, wanita yang semalaman suaminya dalam keadaan marah kepadanya, dan imam suatu kaum, sedang mereka benci kepadanya."
[HR. At-Tirmidzi 360, shahih].

Ada kisah yang dinukil dari Manshur, dia berkata: "Kami pernah bertanya tentang masalah imam. Maka ada yang menjawab, "Yang dimaksud hadits ini adalah imam yang zhalim. Sedangkan imam yang menegakkan Sunnah, maka dosanya kembali kepada orang-orang yang membencinya."

19. Orang Muslim Mejauhi Saudaranya Sesama Muslim Tanpa Alasan Yang Dibenarkan Syariat.

Dari Abu Hurairah ra, seungguhnya Rasulullah saw bersabda: "Pintu-pintu surga dibuka pada hari Senin dan Kamis, lalu setiap hamba yang tidak menyekutukan sesuatu dengan Allah akan diampuni, kecuali seseorang yang antara dirinya dan saudaranya terdapat permusuhan. Lalu dikatakan: 'Lihatlah dua orang ini hingga keduanya berdamai. Lihatlah dua orang ini hingga keduanya berdamai. Lihatlah dua orang ini hingga keduanya berdamai. Lihatlah dua orang ini hingga keduanya berdamai."
[HR. Muslim 16/122, 123].

(Salim Al-Hilaly)

[Selengkapnya] - 19-PERKARA YANG MERUSAK AMAL

15 Petunjuk Menguatkan Iman

Posted by www.amandelsehat.com | 3:22 AM

Tak seorangpun bisa menjamin dirinya akan tetap terus berada dalam keimanan sehingga meninggal dalam keadaan khusnul khatimah. Untuk itu kita perlu merawat bahkan senantiasa berusaha menguatkan keimanan kita. Tulisan ini insya'allah membantu kita dalam usaha mulia itu.

Tsabat (kekuatan keteguhan iman) adalah tuntutan asasi setiap muslim. Karena itu tema ini penting dibahas. Ada beberapa alasan mengapa tema ini begitu sangat perlu mendapat perhatian serius.

Pertama, pada zaman ini kaum muslimin hidup di tengah berbagai macam fitnah, syahwat dan syubhat dan hal-hal itu sangat berpotensi menggerogoti iman. Maka kekuatan iman merupakan kebutuhan muthlak, bahkan lebih dibutuhkan dibanding pada masa generasi sahabat, karena kerusakan manusia di segala bidang telah menjadi fenomena umum.

Kedua, banyak terjadi pemurtadan dan konversi (perpindahan) agama. Jika pada awal kemerdekaan jumlah umat Islam di Indonesia mencapai 90 % maka saat ini jumlah itu telah berkurang hampir 5%. Ini tentu menimbulkan kekhawatiran mendalam. Untuk menga-tasinya diperlukan jalan keluar, sehingga setiap muslim tetap memiliki kekuatan iman.

Ketiga, pembahasan masalah tsabat berkait erat dengan masalah hati. Padahal Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: "Dinamakan hati karena ia (selalu) berbolak-balik. Perumpamaan hati itu bagaikan bulu yang ada di pucuk pohon yang diombang-ambingkan oleh angin." (HR. Ahmad, Shahihul Jami' no. 2361)

Maka, mengukuhkan hati yang senantiasa berbolak-balik itu dibutuhkan usaha keras, agar hati tetap teguh dalam keimanan.
Dan sungguh Allah Maha Rahman dan Rahim kepada hambaNya. Melalui Al Qur'an dan Sunnah RasulNya Ia memberikan petunjuk bagaimana cara mencapai tsabat. Berikut ini penjelasan 15 petunjuk berdasarkan Al Qur'an dan Sunnah untuk memelihara kekuatan dan keteguhan iman kita.

Akrab dengan Al Qur'an


Al Qur'an merupakan petunjuk utama mencapai tsabat. Al Qur'an adalah tali penghubung yang amat kokoh antara hamba dengan Rabbnya. Siapa akrab dan berpegang teguh dengan Al Qur'an niscaya Allah memeliharanya; siapa mengikuti Al Qur'an, niscaya Allah menyelamatkannya; dan siapa yang mendakwahkan Al Qur'an, niscaya Allah menunjukinya ke jalan yang lurus. Dalam hal ini Allah berfirman: "Orang-orang kafir berkata, mengapa Al Qur'an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja? Demikianlah supaya Kami teguhkan hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan benar)." (Al Furqan: 32-33)

Beberapa alasan mengapa Al Qur'an dijadikan sebagai sumber utama mencapai tsabat adalah: Pertama, Al Qur'an menanamkan keimanan dan mensucikan jiwa seseorang, karena melalui Al Qur'an, hubungan kepada Allah menjadi sangat dekat. Kedua, ayat-ayat Al Qur'an diturunkan sebagai penentram hati, menjadi penyejuk dan penyelamat hati orang beriman sekaligus benteng dari hempasan berbagai badai fitnah. Ketiga, Al Qur'an menunjukkan konsepsi serta nilai-nilai yang dijamin kebenarannya. Karena itu, seorang mukmin akan menjadikan Al Qur'an sebagai ukuran kebenaran. Keempat, Al Qur'an menjawab berbagai tuduhan orang-orang kafir, munafik dan musuh Islam lainnya. Seperti ketika orang-orang musyrik berkata, Muhammad ditinggalkan Rabbnya, maka turunlah ayat: "Rabbmu tidaklah meninggalkan kamu dan tidak (pula) benci kepadamu." (Adl Dluha: 3) (Syarh Nawawi,12/156) Orang yang akrab dengan Al Qur'an akan menyandarkan semua perihalnya kepada Al Qur'an dan tidak kepada perkataan manusia. Maka, betapa agung sekiranya penuntut ilmu dalam segala disiplinnya menjadikan Al Qur'an berikut tafsirnya sebagai obyek utama kegiatannya menuntut ilmu.

Iltizam (komitmen) terhadap syari'at Allah


Allah berfirman: "Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akherat. Dan Allah menyesatkan orang-orang yang zhalim. Dan Allah berbuat apa saja yang Ia kehendaki." (Ibrahim: 27)

Di ayat lain Allah menjelaskan jalan mencapai tsabat yang dimaksud. "Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih meneguhkan (hati mereka di atas kebenaran)." (An Nisa': 66)

Karena itu, menjelaskan surat Ibrahim di atas Qatadah berkata:-"Adapun dalam kehidupan di dunia, Allah meneguhkan orang-orang beriman dengan kebaikan dan amal shalih sedang yang dimaksud dengan kehidupan akherat adalah alam kubur." (Ibnu Katsir: IV/421)

Maka jelas sekali, sangat mustahil orang-orang yang malas berbuat kebaikan dan amal shaleh diharapkan memiliki keteguhan iman. Karena itu, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam senantiasa melakukan amal shaleh secara kontinyu, sekalipun amalan itu sedikit, demikian pula halnya dengan para sahabat. Komitmen untuk senantiasa menjalankan syariat Islam akan membentuk kepribadian yang tangguh, dan iman pun menjadi teguh.

Mempelajari Kisah Para Nabi


Mempelajari kisah dan sejarah itu penting. Apatah lagi sejarah para Nabi. Ia bahkan bisa menguatkan iman seseorang. Secara khusus Allah menyinggung masalah ini dalam firman-Nya: "Dan Kami ceritakan kepadamu kisah-kisah para rasul agar dengannya Kami teguhkan hatimu dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran , pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman." (Hud: 120)

Sebagai contoh, marilah kita renungkan kisah Ibrahim Alaihis Salam yang diberitakan dalam Al Qur'an: "Mereka berkata, bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak. Kami berfirman, hai api menjadi dinginlah dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim. Mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim maka Kami jadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi." (Al Anbiya': 68-70)

Bukankah hati kita akan bergetar saat merenungi kronologi pembakaran nabi Ibrahim sehingga ia selamat atas izin Allah? Dan bukankah dengan demikian akan membuahkan keteguh-an iman kita? Lalu, kisah nabi Musa Alaihis Salam yang tegar menghadapi kezhaliman Fir'aun demi menegakkan agama Allah. Bukankah kisah itu mengingatkan kekerdilan jiwa kita dibanding dengan nabi Musa?

Tak sedikit umat Islam sudah merasa tak punya jalan karena kondisi ekonomi yang kurang menguntungkan misalnya, sehingga mau saja saat diajak kolusi dan berbagai praktek syubhat lain oleh koleganya. Lalu mereka mencari-cari alasan mengabsahkan tindakannya yang keliru. Dan bukankah karena takut gertakan penguasa yang tiranik lalu banyak di antara umat Islam (termasuk ulamanya) yang menjadi tuli, buta dan bisu sehingga tidak melakukan amar ma'ruf nahi mungkar? Bahkan sebaliknya malah bergabung dan bersekongkol serta melegitimasi status quo (menganggap yang ada sudah baik dan tak perlu diubah).

Bukankah dengan mempelajari kisah-kisah Nabi yang penuh dengan perjuangan menegakkan dan meneguhkan iman itu kita menjadi malu kepada diri sendiri dan kepada Allah? Kita mengharap Surga tetapi banyak hal dari perilaku kita yang menjauhinya. Mudah-mudahan Allah menunjuki kita ke jalan yang diridhaiNya.

Berdo'a


Di antara sifat hamba-hamba Allah yang beriman adalah mereka memohon kepada Allah agar diberi keteguhan iman, seperti do'a yang tertulis dalam firmanNya: "Ya Rabb, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan setelah Engkau beri petunjuk kepada kami." (Ali Imran: 8)

"Ya Rabb kami, berilah kesabaran atas diri kami dan teguhkanlah pendirian kami serta tolonglah kami dari orang-orang kafir." (Al Baqarah: 250)

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya seluruh hati Bani Adam terdapat di antara dua jari dari jemari Ar Rahman (Allah), bagaikan satu hati yang dapat Dia palingkan ke mana saja Dia kehendaki." (HR. Muslim dan Ahmad)

Agar hati tetap teguh maka Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam banyak memanjatkan do'a berikut ini terutama pada waktu duduk takhiyat akhir dalam shalat.
"Wahai (Allah) yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku pada din-Mu." (HR. Turmudzi)

Banyak lagi do'a-do'a lain tuntunan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam agar kita mendapat keteguhan iman. Mudah-mudahan kita senantiasa tergerak hati untuk berdo'a utamanya agar iman kita diteguhkan saat menghadapi berbagai ujian kehidupan.

Dzikir kepada Allah


Dzikir kepada Allah merupakan amalan yang paling ampuh untuk mencapai tsabat. Karena pentingnya amalan dzikir maka Allah memadukan antara dzikir dan jihad, sebagaimana tersebut dalam firmanNya: "Hai orang-orang yang beriman, bila kamu memerangi pasukan (musuh) maka berteguh-hatilah kamu dan dzikirlah kepada Allah sebanyak-banyaknya." (Al Anfal: 45)

Dalam ayat tersebut, Allah menjadikan dzikrullah sebagai amalan yang amat baik untuk mencapai tsabat dalam jihad.
Ingatlah Yusuf Alaihis Salam ! Dengan apa ia memohon bantuan untuk mencapai tsabat ketika menghadapi fitnah rayuan seorang wanita cantik dan berkedudukan tinggi? Bukankah dia berlindung dengan kalimat ma'adzallah (aku berlindung kepada Allah), lantas gejolak syahwatnya reda?

Demikianlah pengaruh dzikrullah dalam memberikan keteguhan iman kepada orang-orang yang beriman.
(Bersambung...)

Menempuh Jalan Lurus


Allah berfirman: "Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia dan jangan mengikuti jalan-jalan (lain) sehingga menceraiberaikan kamu dari jalanNya." (Al An'am: 153)

Dan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mensinyalir bahwa umatnya bakal terpecah-belah menjadi 73 golongan, semuanya masuk Neraka kecuali hanya satu golongan yang selamat (HR. Ahmad, hasan)

Dari sini kita mengetahui, tidak setiap orang yang mengaku muslim mesti berada di jalan yang benar. Rentang waktu 14 abad dari datangnya Islam cukup banyak membuat terkotak-kotaknya pemahaman keagamaan. Lalu, jalan manakah yang selamat dan benar itu? Dan, pemahaman siapakah yang mesti kita ikuti dalam praktek keberaga-maan kita? Berdasarkan banyak keterangan ayat dan hadits , jalan yang benar dan selamat itu adalah jalan Allah dan RasulNya. Sedangkan pemahaman agama yang autentik kebenarannya adalah pemahaman berdasarkan keterangan Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam kepada para sahabatnya. (HR. Turmudzi, hasan).

Itulah yang mesti kita ikuti, tidak penafsiran-penafsiran agama berdasarkan akal manusia yang tingkat kedalaman dan kecerdasannya majemuk dan terbatas. Tradisi pemahaman itu selanjutnya dirawat oleh para tabi'in dan para imam shalihin. Paham keagamaan inilah yang dalam terminologi (istilah) Islam selanjutnya dikenal dengan paham Ahlus Sunnah wal Jamaah . Atau sebagian menyebutnya dengan pemahaman para salafus shalih.

Orang yang telah mengikuti paham Ahlus Sunnah wal Jamaah akan tegar dalam menghadapi berbagai keanekaragaman paham, sebab mereka telah yakin akan kebenaran yang diikutinya. Berbeda dengan orang yang berada di luar Ahlus Sunnah wal Jamaah, mereka akan senantiasa bingung dan ragu. Berpindah dari suatu lingkungan sesat ke lingkungan bid'ah, dari filsafat ke ilmu kalam, dari mu'tazilah ke ahli tahrif, dari ahli ta'wil ke murji'ah, dari thariqat yang satu ke thariqat yang lain dan seterusnya. Di sinilah pentingnya kita berpegang teguh dengan manhaj (jalan) yang benar sehingga iman kita akan tetap kuat dalam situasi apapun.

Menjalani Tarbiyah


Tarbiyah (pendidikan) yang semestinya dilalui oleh setiap muslim cukup banyak. Paling tidak ada empat macam :

  • Tarbiyah Imaniyah
    yaitu pendidikan untuk menghidupkan hati agar memiliki rasa khauf (takut), raja' (pengharapan) dan mahabbah (kecintaan) kepada Allah serta untuk menghilangkan kekeringan hati yang disebabkan oleh jauhnya dari Al Qur'an dan Sunnah.
  • Tarbiyah Ilmiyah
    yaitu pendidikan keilmuan berdasarkan dalil yang benar dan menghindari taqlid buta yang tercela.
  • Tarbiyah Wa'iyah
    yaitu pendidikan untuk mempelajari siasat orang-orang jahat, langkah dan strategi musuh Islam serta fakta dari berbagai peristiwa yang terjadi berdasarkan ilmu dan pemahaman yang benar.
  • Tarbiyah Mutadarrijah
    yaitu pendidikan bertahap, yang membimbing seorang muslim setingkat demi setingkat menuju kesempurnaannya, dengan program dan perencanaan yang matang. Bukan tarbiyah yang dilakukan dengan terburu-buru dan asal jalan.

Itulah beberapa tarbiyah yang diberikan Rasul kepada para sahabatnya. Berbagai tarbiyah itu menjadikan para sahabat memiliki iman baja, bahkan membentuk mereka menjadi generasi terbaik sepanjang masa.

Meyakini Jalan yang Ditempuh


Tak dipungkiri bahwa seorang muslim yang bertambah keyakinannya terhadap jalan yang ditempuh yaitu Ahlus Sunnah wal Jamaah maka bertambah pula tsabat (keteguhan iman) nya. Adapun di antara usaha yang dapat kita lakukan untuk mencapai keyakinan kokoh terhadap jalan hidup yang kita tempuh adalah:

Pertama, kita harus yakin bahwa jalan lurus yang kita tempuh itu adalah jalan para nabi, shiddiqien, ulama, syuhada dan orang-orang shalih.

Kedua, kita harus merasa sebagai orang-orang terpilih karena kebenaran yang kita pegang, sebagai-mana firman Allah: "Segala puji bagi Allah dan kesejahteraan atas hamba-hambaNya yang Ia pilih." (QS. 27: 59)

Bagaimana perasaan kita seandainya Allah menciptakan kita sebagai benda mati, binatang, orang kafir, penyeru bid'ah, orang fasik, orang Islam yang tidak mau berdakwah atau da'i yang sesat? Mudah-mudahan kita berada dalam keyakinan yang benar yakni sebagai Ahlus Sunnah wal Jamaah yang sesungguhnya.

Berdakwah


Jika tidak digerakkan, jiwa seseorang tentu akan rusak. Untuk menggerakkan jiwa maka perlu dicarikan medan yang tepat. Di antara medan pergerakan yang paling agung adalah berdakwah. Dan berdakwah merupakan tugas para rasul untuk membebaskan manusia dari adzab Allah.

Maka tidak benar jika dikatakan, fulan itu tidak ada perubahan. Jiwa manusia, bila tidak disibukkan oleh ketaatan maka dapat dipastikan akan disibukkan oleh kemaksiatan. Sebab, iman itu bisa bertambah dan berkurang.
Jika seorang da'i menghadapi berbagai tantangan dari ahlul bathil dalam perjalanan dakwahnya, tetapi ia tetap terus berdakwah maka Allah akan semakin menambah dan mengokohkan keimanannya.

Dekat dengan Ulama


Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: "Di antara manusia ada orang-orang yang menjadi kunci kebaikan dan penutup kejahatan." (HR. Ibnu Majah, no. 237, hasan)

Senantiasa bergaul dengan ulama akan semakin menguatkan iman seseorang. Tercatat dalam sejarah bahwa berbagai fitnah telah terjadi dan menimpa kaum muslimin, lalu Allah meneguhkan iman kaum muslimin melalui ulama. Di antaranya seperti diutarakan Ali bin Al Madini Rahimahullah: "Di hari riddah (pemurtadan) Allah telah memuliakan din ini dengan Abu Bakar dan di hari mihnah (ujian) dengan Imam Ahmad."
Bila mengalami kegundahan dan problem yang dahsyat Ibnul Qayyim mendatangi Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah untuk mendengarkan berbagai nasehatnya. Sertamerta kegundahannya pun hilang berganti dengan kelapangan dan keteguhan iman ( Al Wabilush Shaib, hal. 97).

Meyakini Pertolongan Allah


Mungkin pernah terjadi, seseorang tertimpa musibah dan meminta pertolongan Allah, tetapi pertolongan yang ditunggu-tunggu itu tidak kunjung datang, bahkan yang dialaminya hanya bencana dan ujian. Dalam keadaan seperti ini manusia banyak membutuh-kan tsabat agar tidak berputus asa. Allah berfirman: Dan berapa banyak nabi yang berperang yang diikuti oleh sejumlah besar pengikutnya yang bertaqwa, mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, tidak lesu dan tidak pula menyerah (kepada musuh). Dan Allah menyukai orang-orang yang sabar. Tidak ada do'a mereka selain ucapan, Ya Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebihan dalam urusan kami. Tetapkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir. Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akherat. " (Ali Imran: 146-148)

Mengetahui Hakekat Kebatilan


Allah berfirman: "Janganlah sekali-kali kamu terpedaya oleh kebebasan orang-orang kafir yang bergerak dalam negeri ." (Ali Imran: 196)

"Dan demikianlah Kami terang-kan ayat-ayat Al Qur'an (supaya jelas jalan orang-orang shaleh) dan supaya jelas (pula) jalan orang-orang yang berbuat jahat (musuh-musuh Islam)." (Al An'am: 55)

"Dan Katakanlah, yang benar telah datang dan yang batil telah sirna, sesungguhnya yang batil itu pastilah lenyap." (Al Isra': 81)

Berbagai keterangan ayat di atas sungguh menentramkan hati setiap orang beriman. Mengetahui bahwa kebatilan akan sirna dan kebenaran akan menang akan mengukuhkan seseorang untuk tetap teguh berada dalam keimanannya.

Memiliki Akhlak Pendukung Tsabat


Akhlak pendukung tsabat yang utama adalah sabar. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam:"Tidak ada suatu pemberian yang diberikan kepada seseorang yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabar-an." (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Tanpa kesabaran iman yang kita miliki akan mudah terombang-ambingkan oleh berbagai musibah dan ujian. Karena itu, sabar termasuk senjata utama mencapai tsabat.

Nasehat Orang Shalih


Nasehat para shalihin sungguh amat penting artinya bagi keteguhan iman. Karena itu, dalam segala tindakan yang akan kita lakukan hendaklah kita sering-sering meminta nasehat mereka. Kita perlu meminta nasehat orang-orang shalih saat mengalami berbagai ujian, saat diberi jabatan, saat mendapat rezki yang banyak dan lain-lain.

Bahkan seorang sekaliber Imam Ahmad pun, beliau masih perlu mendapat nasehat saat menghadapi ujian berat oleh intimidasi penguasa yang tiranik. Bagaimana pula halnya dengan kita?

Merenungi Nikmatnya Surga


Surga adalah tempat yang penuh dengan kenikmatan, kegembiraan dan suka-cita. Ke sanalah tujuan pengembaraan kaum muslimin.
Orang yang meyakini adanya pahala dan Surga niscaya akan mudah menghadapi berbagai kesulitan. Mudah pula baginya untuk tetap tsabat dalam keteguhan dan kekuatan imannya.

Dalam meneguhkan iman para sahabat, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sering mengingatkan mereka dengan kenikmatan Surga. Ketika melewati Yasir, istri dan anaknya Ammar yang sedang disiksa oleh kaum musyrikin beliau mengatakan: "Bersabarlah wahai keluarga Yasir, tempat kalian nanti adalah Surga". (HR. Al Hakim/III/383, hasan shahih)

Mudah-mudahan kita bisa merawat dan terus-menerus meneguhkan keimanan kita sehingga Allah menjadikan kita khusnul khatimah. Amin.

Muhammad Shalih Al Munajjid, bit tasharruf waz ziyadah

[Selengkapnya] - 15 Petunjuk Menguatkan Iman